PERBEDAAN
PENDAPAT PARA IMAM MADZHAB DALAM MASALAH PUASA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Perbandingan Madzhab
Dosen Pengampu:
Erfan Efendi, M.Pd.I
Di susun Oleh Kelompok 3 :
1.
Nurul Fajar
Hidayat (084141402)
2.
Camelia
Ambarwati (084141380)
3.
Ria Siti Rahayu (084141398)
4.
Muhdholifah (084141417)
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
Maret, 2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Asslamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur
atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu pengetahuan, kekuatan
dan petunjuk-Nya. Dimana dengan izin-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah
kami yang berjudul “Perbedaan Pendapat Para Imam Madzhab dalam Masalah Puasa”.
Semoga kiranya
membawa manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan sumbangan yang berarti
bagi pendidikan pada masa sekarang dan yang akan datang.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang jelas membawa kita ke dunia yang penuh
dengan kedamaian.
Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini penulis tidak
lupa mengucapkan terimakasih kepada:
1. Saya ucapkan syukur “Alhamdulillahirobbil alamin”
berkat kehendak Allah makalah saya bisa terselesaikan.
2. Erfan Efendi. M.Pd.I selaku dosen pengampu mata
kuliah Perbandingan Madzhab di kampus IAIN Jember.
3. Semua teman-teman kelas A9 IAIN Jember yang telah
menjadi penyemangat saya untuk membuat makalah ini.
Sebagaimana pepatah yang menyatakan
tiada gading yang tak retak, maka penulis makalah inipun tentunya banyak
dijumpai kekurangan dan kelemahanya. Untuk itu kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan mengharap tegur sapa serta saran-saran penyempurnaan, agar
kekurangan dan kelemahan bisa diperbaiki.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Jember,
10 Maret 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
JUDULi
KATA
PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
BAB
I PENDAHULUAN1
A.
Latar Belakang1
B.
Rumusan Masalah1
C.
Fokus Penulisan1
BAB
II PEMBAHASAN2
A.
Konsep Puasa2
1.
Pengertian Puasa2
2.
Syarat dan Hukumnya
Puasa2
3.
Rukun Puasa4
4.
Hal-hal yang
membatalkan puasa5
B.
Perbandingan Madzhabnya
dalam Masalah Puasa5
1.
Rukun Puasa5
2.
Syarat Sah Puasa6
3.
Hal-hal yang membatalkan
puasa7
BAB
III PENUTUP9
A.
Kesimpulan9
B.
Saran9
DAFTAR
PUSTAKA10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Puasa merupakan rukun Islam yang ketiga
yang harus dilaksanakan oleh umat Muslim.
Puasa sendiri merupakan menahan diri makan dan minum serta melakukan hubungan intim bagi suami dan istri. Dalam melaksanakan puasa sendiri terdapat
syarat wajib dan syarat sah dalam berpuasa untuk menjadi pedoman umat Muslim
dalam beribadah.
Puasa yang
terpenting adalah menjalankan rukunnya, yaitu niat. Dengan adanya niat inilah puasa akan bisa
berjalan dengan khusuk dan tenang. Walaupun
banyaknya perbedaan pendapat tentang rukun puasa disini, umat Islam tetap harus
memilih satu dari madzhab yang ia yakini.
Perbedaan empat
madzhab dalam urusan ibadah puasa memang seringkali menjadi dilema umat Muslim.
Terkadang mereka seringkali mencampur adukan beberapa madzhab dalam satu ibadah
yang sebenarnya tidak diperbolehkan oleh ulama.
Maka dari itu,
dari penjelasan di atas kelompok kami akan membahas tentang “Perbedaan
Pendapat Para Imam Madzhab Dalam Masalah Puasa” dengan rumusan masalah yaitu
tentang konsep puasa dan perbandingan madzhab dalam masalahn puasa.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah konsep dari
puasa?
2.
Bagaimana perbandingan
madzhab dalam masalahn puasa?
C. Fokus Penulisan
1.
Untuk mengetahui konsep
dari puasa.
2.
Untuk mengetahui
perbandingan madzhab dalam masalahn puasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Puasa
1.
Pengertian Puasa
Puasa memiliki pengertian sebagai suatu ibadah untuk menahan diri
dari makan, minum serta melakukan hubungan intim bagi suami dan istri. Ibadah puasa
ini dimulai dari terbitnya matahari sampai terbenmnya matahari.[1] Puasa terbagi menjadi dua jenis : puasa
sunnah dan puasa wajib.[2] Arti puasa dalam bahasa Arab
disebut Shiyam atau Shaum secara bahasa berarti “menahan
diri” (berpantang) dari suatu perbuatan.
Puasa merupkan rukun Islam yang ketiga, yang harus dilaksanakan oleh
umat Muslim.
2.
Syarat dan Hukumnya
Puasa
Adapun
syarat wajib berpuasa diantara lain, ialah:
a)
Berakal
b)
Balig
c)
Kuat berpuasa
Adapun syarat sah
berpuasa diantara lain, ialah:
a)
Islam
b)
Mumayiz
c)
Suci dari darah haid
(kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan)
d)
Dalam waktu yang
diperbolehkan puasa padanya.
Beberapa hukum dari
syarat berpuasa yaitu:
a)
رَفِعَ اَلْقَلَمُ عَنِ ثَلَاثٍ عَنِ النَّا ءِمِ حَتَّي
يَسْتَيْقِظُ وَعَنْ المَجْنُوْنِ حَتَّي يَفِيْقَ وَعَنِ الصَّبِي حَتَّي
يَبْلُغَ. روه ابو دود والنسا ئ
Artinya:
“Tiga orang terlepasdari hukum: (a) orang yang sedang tidur hingga ia bangun,
(b) orang gila sampai ia sembuh, (c) kanak-kanak sampai ia balig.” (Riwayat Abu
Dawud dan Nasai)
b)
وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ(185)
Artinya:
“Barang siapa sakit atau sedang dalam
perjalan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.” (Al-Baqarah: 185)
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى
سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ
طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ(184)
Artinya:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): member
makan seorang miskin.” (Al-Baqarah: 184)
c)
عَنْ عَا ئِشَةَ كُنَّا نُؤْ مَرُ بِقَضَاءٍ الصَّوْمِ
وَالَا نُؤْ مَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاِة. رواه البخارى
Artinya:
“Aisyah, ia berkata, “ kami disuruh oleh Rsulullah Saw mengqada puasa, dan
tidak disuruhnya untuk mengqada shalat.” (Riwayat Bukhari)
d)
عَنْ اَنَسٍ اَ نَّالنَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَهَي عَنْ صَوْمِ
خَمْسَةِ اَيَّامٍفِيْ السَّنَةِ يَوْمِ الفِطْرِ وَيَوْمِ النَّحْرِ وَثَلَا ثَةِ
اَيَّا مِ التَّشْرِ يْقِ.
رواه الدار قطني
Artinya:
“Dari Anas, “Nabi Saw, telah melarang berpuasa lima hari hari dalam satu tahun:
(a) Hari Raya Idul, (b) Hari Raya Haji (c) Tiga hari Tasyriq (tanggal 11, 12,
dan 13 bulan Haji).” (Riwayat Daruqutni)
3.
Rukun Puasa
Rukun puasa diantaranya
ialah:
a)
Niat
Niat
pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulan Ramadan. Yang dimaksud dengan malam puasa ialah malam
yang sebelumnya. Serta niat itu
bersumber dari lubuk hati orang yang akan berpuasa.[3]
Sabda Rasulullah Saw:
Artinya:
“Barang siapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebelum fajar terbit, maka
tiada puasa baginya.” (Riwayat Lima Orang Ahli Hadis).
Kecuali
puasa sunat, boleh berniat pada siang hari, asal sebelum zawal (matahari
condong ke barat).
Artinya:
“Pada suatu hari Rasulullah Saw, datang (ke rumah saya). Beliau bertanya, Adakah makanan padamu? Saya
menjawab, tidak ada apa-apa. ‘kalau baegitu baiklah, sekarang saya
puasa.’Kemudian pada hari lain beliau datang pula. Lalu kami berkata, ‘Ya, Rasulullah, kita
telah diberi hadiah kue Haisun.’ Beliau berkata, ‘Mana kue itu? Sebenarnya saya
dari pagi puasa.’ Lalu beliau makan kue itu.’ (Riwayat Jama’ah Ahli Hadis,
Kecuali Bukhari).
b)
Menahan diri dari
segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.[4]
4.
Hal-Hal Yang Membatalkan
Puasa
Hal-hal yang
membatalkan puasa, terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a)
Yang mewajibkan qada
dan kifarat.
b)
Yang mewajibkan qada
tetapi tidak mewajibkan kifarat.[5]
c)
Yang tidak mewajibkan
keduanya (qada dan kifarat).
B. Perbandingan Madzhabnya
dalam Masalah Puasa
1.
Rukun Puasa[6]
No
|
Rukun Puasa
|
Madzhab Maliki
|
Madzhab Hanafi
|
Madzhab Hambali
|
Madzhab Safi’i
|
1
|
Niat
|
Puasa
wajib:
Dilakukan
antara terbenamnya matahari hingga waktu fajar kedua (fajar sadiq) dan hanya
cukup satu kali niat saja yaitu pada awal malam Ramadhan pertama.
Dalam
berniat puasa maka wajib diucapkan,
misanya ini puasa Ramadhan atau puasa sunnah.[7]
|
Puasa
wajib:
Niat
pada malam hari atau sampai matahari condong ke barat.
Dalam
berniat puasa tidak wajib untuk diuacapkan.
|
Puasa
wajib:
Dilakukan
antara terbenamnya matahari hingga waktu fajar kedua (fajar sadiq).
Dalam
berniat puasa maka wajib diucapkan,
misanya ini puasa Ramadhan atau puasa sunnah.
|
Puasa
wajib: Dilakukan antara terbenamnya matahari hingga waktu fajar kedua (fajar
sadiq).
Dalam
berniat puasa wajib maka diucapkan,
misanya ini puasa Ramadhan atau puasa sunnah.
|
2.
Syarat
sah puasa
No
|
Madzhab Maliki
|
Madzhab Hanafi
|
Madzhab Hambali
|
Madzhab Safi’i
|
1
|
Niat
|
Niat
|
Niat
|
Niat
|
2
|
Islam
|
Islam
|
Islam
|
Islam
|
3
|
_
|
_
|
_
|
Berakal
|
4
|
Suci
dari haid dan nifas
|
Suci
dari haid dan nifas
|
Suci
dari haid dan nifas
|
Suci
dari haid dan nifas
|
3.
Hal-hal
yang membatalkan puasa
Madzhab
|
Wajib
Qada dan Kifarat
|
Wajib
Qada dan Tidak Kifarat
|
Tidak
Qada dan Tidak Kifarat
|
Maliki
|
a)
Melakukan
berhubungan intim.
b)
Muntah dengan
sengaja.
c)
Masuknya cairan
melalui tenggorokan, mata, telinga dan hidung.
d)
Makan dengan
sengaja.
|
Sakit.
|
a)
Muntah dengan
sengaja.
b)
Masukan sesuatu
lewat tenggorokan.
|
Hanafi
|
a)
Menjamah makan dan
minum tanpa uzur syar’i.
b)
Melakukan
berhubungan intim.
c)
Bepergian dan sakit.[8]
|
Memenuhi nafsu
birahinya hanya sesasat.
|
Karena lupa.
|
Hambali
|
Melakukan
berhubungan intim.
|
a)
Makan dengan
sengaja.
b)
Minum obat dengan
sengaja (seperti cairan infuse yang masuk ke tubuh).muntah dengan sengaja.
c)
Orang yang memantik
bekam tanpa mengeluarkan darah.
|
a)
Melakukan bekam
sampai mengeluarkan darah.
b)
Mimisan dan
muntah-muntah.
|
Safi’i
|
Melakukan
berhubungan intim.[9]
|
a)
Makan dengan
sengaja.
b)
Merokok.
c)
Membersihkan
telinga.
d)
Berkumur dan
menghisap air ke hidung.
e)
Muntah dengan
sengaja.[10]
|
|
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Konsep Puasa
Puasa
ialah menahan diri dari makan,
minum serta melakukan hubungan intim bagi suami dan istri. Adapun point-point penting yang dibahas
ialah, pengertian puasa, syarat wajib puasa, syarat sah puasa rukun puasa dan
hal-hal yang membatalkan puasa. Dengan
adanya puasa ini sebagai patokan kita untuk beribadah kepada Allah, dan dengan
adanya point-point diatas sebagai penunjuk arah agar ibadah kita terukur atau
terarah.
2.
Perbandingan madzhab
dalam masalah puasa, dalam hal ini banyak perbedaan pendapat antara emapat
mazhab diantaranya ialah mazhab Maliki, mazhab Hanafi, mazhab Hambali dan
mazhab Safi’i. Dengan adanya empat
mazhab ini mempermudah umat Muslim khususnya untuk melakukan ibadah puasa yang
terdiri dari beberapa point diatas.
B. Saran
Demikian pembahasan dari makalh
kami. Kami berharap semoga pembahasan
dalam makalah kami ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan kami pun berharap pula kritik dan saran
dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan trimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Allamah,
Syaikh Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat
Mazhab Cetakan ke-18.
Bandung: Hasyimi. 2015.
Al
Jaziri, Abdurahman. A Fiqh ‘Alal
Madzahibil Arba’ah Cetakan Pertama.
Semarang:
CV. Asy Syifa’, 1994.
Labib
Mz. Problematika Puasa, Zakat, Haji dan
Umrah. Surabaya: Putra Jaya.
2007.
Pamungkas,
M. Imam Dan Surahman, Maman. Fiqh Empat
Madzhab. Jakarta: Al-
Makmur.
Rasjid,
Sulaiman. Fiqh Islam Cetakan ke-65. (Bandung:
Sinar Baru Algensindo,
2014.
Sunarto,
Ahmad. Fat-hul Qorib Jilid 1.
Surabaya: Al-Hidayah. 1991.
[1] Ahmad Sunarto, Fat-hul Qorib Jilid 1, (Surabaya:
Al-Hidayah, 1991), 274
[2] Labib Mz, Problematika Puasa, Zakat, Haji dan Umrah, (Surabaya: Putra Jaya,
2007), 8
[3] Labib Mz, Problematika Puasa, Zakat, Haji dan Umrah, (Surabaya:
Putra Jaya, 2007), 8.
[4] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam Cetakan ke-65 , (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2014), 230.
[5] Abdurahman Al Jaziri, A Fiqh ‘Alal Madzahibil Arba’ah Cetakan
Pertama, (Semarang: CV. Asy Syifa’, 1994), 393
[6] Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin
‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat
Mazhab Cetakan ke-18, (Bandung: Hasyimi, 2015), 150.
[7] Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin
‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat
Madzhab, (Bandung: Hasyimi, 2015),
150.
[8]
Syaikh al-‘Allamah Muhammad
bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat
Madzhab, (Bandung: Hasyimi, 2015), 393-394.
[9]
M. Imam
Pamungkas, M.Ag Dan H Maman Surahman,Lc,M.Ag, Fiqh Empat Madzhab, (Jakarta: Al-Makmur),
[10]
Syaikh al-‘Allamah Muhammad
bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat
Madzhab, (Bandung: Hasyimi, 2015),
409.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar