PENGEMBANGAN METODE QUR’AN HADIST
DI MADRASAH ALIYAH WAHID HASYIM BALUNG JEMBER JAWA TIMUR
LAPORAN
OBSERVASI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Materi Qur’an
Hadist yang dibimbing oleh Dr. H.
Arbain Nurdin, M.Pd.I
Disusun
Oleh Kelompok 7 :
1.
Miftakhul
Jannah (084141397)
2.
Ria
Siti Rahayu (084141398)
3.
Moh.
Yusri (084141400)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN
PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) JEMBER
Oktokber, 2016
MOTTO
من سلك طريقا يطلب فيه علم سهل الله به طريقا من طرق الجنة
Artinya:
Rasulullah Bersabda: “Barangsiapa yang menapaki suatu jalan dalam rangka
mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga. {H. R. Ibnu
Majjah & Abu Dawud}
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Asslamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur
atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu pengetahuan, kekuatan
dan petunjuk-Nya. Dimana dengan izin-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah
kami yang berjudul “Pengembangan Metode Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Wahid
Hasyim Balung Jember Jawa Timur”.
Semoga kiranya
membawa manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan sumbangan yang berarti
bagi pendidikan pada masa sekarang dan yang akan datang.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang jelas membawa kita ke dunia yang penuh
dengan kedamaian.
Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini penulis tidak
lupa mengucapkan terimakasih kepada:
1. Saya ucapkan syukur “Alhamdulillahirobbil alamin”
berkat kehendak Allah observasi kami bisa terselesaikan.
2. Dr. H. Arbain Nurdin., M.Pd.I selaku dosem pengampu
mata kuliah Pengembangan Materi Qur’an Hadist di kampus IAIN Jember.
3. Semua teman-teman kelas A9 IAIN Jember yang telah
menjadi penyemangat saya untuk membuat makalah ini.
Sebagaimana pepatah yang menyatakan
tiada gading yang tak retak, maka penulis makalah inipun tentunya banyak
dijumpai kekurangan dan kelemahanya. Untuk itu kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan mengharap tegur sapa serta saran-saran penyempurnaan, agar
kekurangan dan kelemahan bisa diperbaiki.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Jember,
05 Oktokber 2016
Penulis
DAFTAR ISI
JUDULi
MOTTOii
KATA PENGANTARiii
DAFTAR
ISIiv
DAFTAR
LAMPIRANvi
BAB 1 PENDAHULUAN1
A.
Latar Belakang Masalah1
B.
Rumusan Masalah2
C.
Tujuan Laporan2
D.
Kegunaan Laporan3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA4
A.
Problematika Pendidikan
Agama Islam di Madrasah4
B.
Karakteristik Peserta Didik
di Madrasah7
C.
Metode Pembelajaran11
BAB III METODOLOGI LAPORAN13
A.
Lokasi Observasi13
B.
Jenis dan Desain
Laporan Observasi13
C.
Teknik Pengumpulan Data15
D.
Instrumen17
BAB IV PEMBAHASAN19
A.
Problematika
pendidikan agama Islam di Madrasah19
B.
Karakteristik peserta
didik di MA Wahid Hasyim21
C.
Metode yang
digunakan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadist di MA Wahid Hasyim23
BAB V PENUTUP25
A. Kesimpulan25
B. Saran24
DAFTAR
RUJUKAN26
LAMPIRAN27
DAFTAR LAMPIRAN
A.
Draf Pertanyaan
1.
Untuk Guru27
2.
Untuk Siswa29
B.
Dokumentasi (Foto)
1.
Gambar 05:
Memberikan Surat Observasi kepada Bpk. Suhi31
2.
Gambar 06:
Kondisi Lingkungan Sekolah31
3.
Gambar 07: Visi
dan Misi MA Wahid Hasyim32
4.
Gambar 08 &
09: Kondisi Di luar Kelas32
5.
Gambar 10 & 11:
Wawancara dengan salah satu guru Qurdis (Bpk. Musyafak)33
6.
Gambar 12:
Wawancara dengan Siswa MA Wahid Hasyim33
7.
Gambar 13:
Pemberian Tanda Terimakasih Kepada Bpk Suhi yang telah Mengizinkan Kelompok
kami observasi di MA Wahid Hasyim34
8.
Gambar 14:
Pemberian Tanda Terimakasih Kepada Bpk Musyafak selaku guru Qur’an Hadis di MA
Wahid Hasyim34
9.
Gambar 15:
Pemberian Tanda Terimakasih Kepada Adik-adik (Kholiq, Aida, Nafila dan Umar)
yang bersedia kami wawancara35
10. Gambar 16: Peta MA Wahid Hasyim Balung Jember35
BAB I
PENDAHULUAN
E. Latar Belakang Masalah
Problematika adalah:
(1)suatu persoalan yang muncul untuk penelitian, pertimbangan atau pemecahan
(2)sumber kebingungan atau kesulitan (3)kesangsian yang mengganggu atau rumit
(4)kesulitan yang perlu dipecahkan atau di pastikan[1]sementara
menurut kamus ilmiah popular, problematika adalah soal, masalah, perkara sulit,
persoalan, problematika adalah berbagai problem.
Masalah
pendidikan madrasah merupakan masalah yang beragam dan saling terkait antara
satu bagian dengan bagian lainnya.
Adapun masalah pendidikan di madrasah, secara umum dapat dilihat dari
dua segi, yaitu: 1) Bersifat eksternal, diantanya ialah: Politik, Ekonomi, Sosial,
Budaya, Pertahanan, dan Keamanan. 2) Bersifat internal diantaranya yaitu: Manajemen
kelembagaan, Tenaga kependidikan, Kurikulum, Strategi pembelajaran, Kualitas
lulusan, dan Dana.[2]
Metode adalah cara yang umum
untuk menyampaikan pelajaran kepada peserta didik atau mempraktikkan teori yang
telah dipelajari dalam rangka mencapai tujuan belajar. Dengan tujuan mempermudah dalam pemahaman
peserta didik di sekolah serta macam-macam metode memberikan kemudahan bagi
guru untuk memberikan pembelajaran yang semaksimal mungkin. Ketepatgunaan dalam memilih metode sangat
berpeluang bagi terciptanya kondisi pembelajaran yang kondusif, menyenangkan,
sehingga kegiatan belajar (instructional
activities) dapat berlangsung secara efisien dan efektif dalam
memfasilitasi peserta didik untuk dapat meraih hasil belajar yang diharapkan.
Dalam penggunaan metode juga
bisa diterapkan dalam pembelajaran materi Al-Qur’an dan Al-Hadist di
sekolah. Materi yang di sampaikan oleh
guru kepada peserta didik biasanya menggunakan metode yang sudah dipersiapkan
terlebih dahulu sebelum memulai mengajar.
Ketika dalam kelas seorang
guru harus bisa melihat karakter dari peserta didik, yang nantinya akan
dievaluasi untuk proses pembelajarannya.
Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat belajar sesuai dengan
karakter yang muncul pada dirinya.
Dalam mata pelajaran Qur’an
Hadist di MA Wahid Hasyim ini sudah tergolong mata pelajaran wajib yang mana
setiap harinya para siswa siswi menerapakannya dengan membaca Al-Qur’an dan
menghafal ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah diterangkan oleh guru mereka.
Proses pembelajaran Qur’an
Hadist di MA Wahid Hasyim ini yang menggunakan metode ceramah, diskusi dan
tanya jawab,[3]
membuat siswa siswi lebih aktif dalam proses belajar mengajar serta memberikan
stimulus yang positif bagi siswa siswi yang belum memahami materi Qur’an
Hadist.
Dengan demikian kelompok
kami akan membahas Problematika Pendidikan Agama Islam di Madrasah,
Karakteristik Peserta Didik di MA Wahid Hasyim, dan Metode yang digunakan guru
mata pelajaran Qur’an Hadist di MA Wahid Hasyim.
F. Rumusan Masalah
D.
Apa problematika
pendidikan agama Islam di Madrasah?
E.
Bagaimana
karakteristik peserta didik di MA Wahid Hasyim?
F.
Metode apa yang
digunakan oleh guru mata pelajaran Qur’an Hadist di MA Wahid Hasyim?
G. Tujuan Laporan
1. Untuk mengetahui problematika pendidikan agama Islam
di Madrasah.
2. Untuk mengetahui karakteristik peserta didik di MA
Wahid Hasyim.
3. Untuk mengetahui metode yang digunakan oleh guru mata
pelajaran Qur’an Hadist di MA Wahid Hasyim.
H.
Kegunaan
Laporan
Hasil observasi ini
diharapkan dapat berguna bagi:
1.
Bagi Dosen
Sebagai masukan dalam mengelola dan meningkatkan
penggunaan metode pembelajaran sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran
agar pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan baik serta dosen dapat
menciptakan pembelajaran yang menarik dan interaktif.
2.
Bagi Mahasiswa IAIN Jember
Dengan adanya observasi tentang metode yang digunakan dalam
mata pelajaran Qur’an Hadist diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan untuk menilai dosen yang mengajar.
3.
Bagi Penulis
Observasi ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dengan terjun langsung ke lapangan dan memberikan pengalaman
belajar yang menumbuhkan kemampuan dan ketrampilan dalam membuat karya tulis,
meneliti serta pengetahuan yang lebih mendalam terutama pada bidang yang
dikaji.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Problematika Pendidikan
Agama Islam di Madrasah Aliyah
Sebelum membahas tentang
pendidikan dan problematika yang terjadi di Madrasah alangkah lebih baiknya
membahas apa itu problematika?
Problematika berasal dari kata problem yang berasal dari kata Yunani dan
bahasa lain yaitu problema, soal, masalah, problem. Problematika adalah: (1)suatu persoalan yang
muncul untuk penelitian, pertimbangan atau pemecahan (2)sumber kebingungan atau
kesulitan (3)kesangsian yang mengganggu atau rumit (4)kesulitan yang perlu
dipecahkan atau di pastikan[4]sementara
menurut kamus ilmiah popular, problematika adalah soal, masalah, perkara sulit,
persoalan, problematika adalah berbagai problem.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia “Problematika” mempunyai arti “masih menimbulkan masalah, masih belum
dapat di pecahkan.”[5] Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di
atas, maka yang dimaksud dengan problematika dalam penelitian ini adalah suatu
masalah yang memerlukan masalah tersebut atau jalan keluar.
Secara substansi guru PAI
harus memiliki konstruksi dalam memberikan motivasi kepada siswa untuk
mempraktekkan al-akhlakul karimah dan adab islam dalam kehdupan sehari-hari
sebagai manifikasi dari keimanannya kepada Allah, malaikatnya, rasul-rasulnya,
kitab-kitabnya, hari akhir qada dan qadar, serta pemahaman serta penghayatan
terhadap yang telah di syariatkan oleh Allah swt. Dengan menunjukkan cirri-ciri tanda-tanda
prilaku seseorang dalam realitas kehidupan individu dan sosial serta pengalaman
akhlak terpuji dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak al-karimah ini sangat penting untuk di
praktekkan dan di biasakan sejak dini oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari,
terutama dalam rangka mengantisipasi dampak globalisasi dan krisis
multidimensional yang melanda bangsa dan Negara Indonesia.[6]
Pendidikan adalah pengaruh,
bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada
anak didik atau pendidikan adalah proses
mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan hidup secara efektif
dan efisien.[7]
Masalah
pendidikan madrasah merupakan masalah yang beragam dan saling terkait antara
satu bagian dengan bagian lainnya.
Adapun masalah pendidikan di madrasah, secara umum dapat dilihat dari
dua segi, yaitu:
1. Bersifat eksternal
Masalah-masalah eksternal diantaranya yaitu:
a) Politik
Masalah politik yang terus
melanda bangsa ini akan semakain member permasalahan pada sistem pendidikan di
Indonesia.
b) Ekonomi
Krisis ekonomi yang tidak
kunjung selesai, telah memukul sendi-sendi kehidupan, termasuk pendidikan
madrasah. Banyak anak usia sekolah
terpaksa tidak dapat menikmati pendidikan yang seharusnya menjadi haknya. Kelangkaan dan keterbatasan dana pemerintah
dalam pendidikan mengakibatkan terhambatnya kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
c) Sosial
Masalah sosial seperti,
pencurian, perkosaan, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang, tawuran
pelajar, banyaknya beredar video porno, seks bebas di kalangan remaja, membawa
dampak buruk pada dunia pendidikan. Pendidikan
akhirnya tidak steril dari persoalan sosial yang terjadi di sekitarnya. Masalah sosial ini akhirnya merusak mental
anak didik, dan pada akhirnya dapat menggagalkan tujuan pendidikan itu sendiri.[8]
d) Budaya
Akibat modernisasi yang
sedemikian keras dan cenderung tanpa kendali adalah persoalan yang serius. Pendidikan yang selama ini telah gagal
menjadi filter pengaruh budaya asing yang negative. Kemajuan ilmu, teknologi, dan seni tidak
diimbangi dengan kebudayaan dan peradaban yang pantas dan berkualitas, sehingga
ilmu dan teknologi telah melahirkan manusia-manusia yang kurang beradab. Hal ini dapat kita rasakan dengan adanya
krisis moral yang sedang melanda bangsa ini.
e) Pertahanan
f) Keamanan
2. Bersifat internal
Masalah-masalah internal diantaranya yaitu:
a) Manajemen kelembagaan
Dalam bidang manajemen
kelembagaan, Nampak bahwa, madrasah belum ditangani sevara professional. Manajemen modern sepertinya masih belum
dipahami secara rigit, sehingga proses dan produk pendidikan dan pembelajaran madrasah
belum menampakkan hasil yang memuaskan.
b) Tenaga kependidikan
Persoalan tenaga kependidikan, pada madrasah negeri
maupun swasta belum begitu menggembirakan.
Sebagian besar guru madrasah berasal dari IAIN/STAIN/PTAIS. Padahal mata pelajaran pada madrasah banyak
yang bersifat umum. Akibatnya para guru
mengajar tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan.
c) Kurikulum
Persoalan kurikulum nasional
“lebih diorientasikan kepada kuantitas dari pada kualitas” pada semua tingkatan
madrasah. Beban pelajaran yang harus diikuti
oleh siswa terasa berat, karena demikian banyak jumlahny, namun kesesuaian
kebutuhan kepada pelajaran kurang endapat prioritas masyarakat.
d) Strategi pembelajaran
Dalam proses belajar mengajar,
strategi pembelajaran yang dikembangkan lebih banyak pada “model warisan”
ketimbang problem solving,sehingga
siswa lebih banyak meniru ketimbang melahirkan ide baru.[9]
e) Kualitas lulusan
Mengenai lulusan madrasah juga
belum bisa dibanggakan, baik mengenai intelektual maupun spiritualnya. Dari segi intelektual, banyak lulusan
madrasah yang prestasinya jauh di bawah sekolah umum.
f) Dana
Anggaran pendidikan di
madrasah sangat terbatas. Masalah
anggaran ini penting, karena kualitas pendidikan juga banyak tergantung pada
adanya sumber dana yang memadai. Kondisi
ini jelas sangat merugikan bagi mobilitas kerja madrasah.[10]
B. Karakteristik Peserta
Didik di Madrasah
Aliyah
Dalam proses pendidikan,
peserta didik merupakan salah satu
komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Peserta didik menjadi pokok persoalan dan tumpuan
perhatian dalam semua proses transformasi yang disebut pendidikan. Karakteristik setiap peserta didik satu
dengan peserta didik lainnya pastinya berbeda-beda. Adapun pembagian karakteristik peserta didik,
diantaranya ialah:
1. Karakteristik umum perkembangan peserta didik
Masa remaja (12-21) tahun) merupakan masa peralihan
antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa
kehidupan orang dewasa. Masa remaja
sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Masa remaja
ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu:
a.
Mencapai
hubungan yang matang dengan teman sebaya
b.
Dapat menerima
dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi
oleh masyarakat
c.
Menerima keadaan
fisik dan mampu menggunakannya secara efektif
d.
Mencapai
kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
e.
Memilih dan
mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya
f.
Mengembangkan
sifat positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak
g.
Mengembangkan
keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga Negara
h.
Mencapai tingkah
laku yang bertanggung jawab secara sosial
i.
Memperoleh
seperangkat nilaidan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku
j.
Mengembangkan
wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.
2.
Karakteristik
individu
Karakteristik individu adalah keseluruhan kelakuan dan
kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungannya. Dalam pembicaraan mengenai karakteristik
individu peserta didik ini, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a.
Karakteristik
yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite
skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berfikir, dan hal-hal yang
berkaitan dengan aspek psikomotor.
b.
Karakteristik
yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosio-kultural.
c.
Karakteristik
yang berkenaan dengan perbedaan kepribadian, seperti sikap, perasaan, minat,
dan lain-lain.
Pemahaman tentang karakteristik individu
peserta didik dalam interaksi belajar-mengajar.
Bagi seorang guru khususnya, informasi mengenai karakteristik individu
peserta didik ini akan sangat berguna dalam memilih dan menentukkan pola-pola
pengajaran yang lebih atau yang lebih tepat, yang dapat menjamin kemudahan
belajar bagi setiap peserta didik.[11]
3.
Karakteristik
perkembangan fisik pesera didik
Bagi
sebagian besar anak, awal
masuk kelas satu sekolah dasar merupakan peristiwa penting bagi anak.dengan
masuknya anak kesekolah dasar akan membawa akibat kepada perubahan besar dalam
pola kehidupannya, seperti perubahan dalam sikap,nilai,dan perilaku.
Dilihat
dari segi pertumbuhan dan perkembangan fisik, pada usia sekolah dasar ini
merupakan periode perubahan fisik yang lambat dan relatif seragam sampai mulai
terjadi perubahan-perubahan pubertas, kira-kira dua tahun menjelang anak
menjadi matang secara seksual pada saat pertumbuhan berkembang pesat. Karena
itu, masa ini sering disebut sebagai “periode tenang” sebelum pertumbuhan yang
cepat menjelang masa remaja. Meskipun merupakan “periode tenang”, tetapi hal
ini tidak berarti bahwa pada masa ini tidak terjadi proses pertumbuhan fisik
yang berarti.
4.
Karakteristik
perkembangan kognitif pesera didik
Ø Remaja (smp dan sma)
Secara
umum karakteristik pemikiran remaja pada tahap operasional formal ini adalah
diperolehnya kemampuan untuk berfikir secara abstrak, menalar secara logis, dan
menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia.
Remaja
ditahap operasional formal dapat mengintegrasikan apa yang telah mereka
pelajari dengan tantangan dimasa mendatang dan mebuat rencana untuk masa depan.
Mereka sudah mampu berfikir secara sistematik, mampu berfikir dalam kerangka
apa yang mungkin terjadi, bukan hanya apa yang terjadi. Mereka memikirkan semua
kemungkinan secara sistematik untuk memecahkan permasalahan.
Akan
tetapi, anak tahap formal operasional mulai mampu memecahkan masalah dengan
membuat perencanaan kegiatan terlebih dahulu dan berusaha mengantisipasi
bebrbagai macam informasi yang akan diperlukannya untuk memecahkan masalah
tersebut.[12]
5.
Karakteristik
pemikiran kritis
Pierce
and associates (dalam dacey & kenny, 1997),menyebutkan beberapa
karakteristik yang diperlukan dalam pemikiran kritis atau membuat pertimbangan
yaitu: (1) kemampuan untuk menarik kesimpulan dari pengamatan; (2) kemampuan
untuk mengidentifikasi asumsi; (3) kemampuan untuk berfikir secara deduktif;
(4) kemampuan untuk membuat interpretasi yang logis; dan (5) kemampuan untuk
mengevaluasi argumentasi mana yang lemah dan yang kuat.
6.
Karakteristik
konsep diri remaja (SMP-SMA)
Ketika
anak-anak memasuki masa remaja konsep diri mereka mengalami perkembangan yang
sangat kompleks dan melibatkan sejumlah aspek dalam diri mereka. Santrock
(1998) menyebutkan sejumlah karakteristik penting perkembangan konsep diri pada
masa remaja, yaitu:
a.
Abstract dan idealistic
b.
Differentiated
c.
Contradiction within
the self
d.
The fluctiating self
e.
Real and ideal, true
and false selves
f.
Social comparison
g.
Self-coscious
h.
Self-protective
i.
Uncosious
j.
Self-integration
7.
Karakteristik
hubungan anak usia sekolah dengan teman sebaya
Seperti
halnya dengan masa awal anak-anak, berinteraksi dengan teman sebaya merupakan
aktivitas yang banyak menyita waktu anak selama masa pertengahan dan akhir
anak-anak. Barker dan Wright (dalam santrock, 1995) mencatat
bahwa anak-anak usia 2 tahun menghabiskan 10% dari waktu siangnya untuk
berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi 20%. Sedangkan anak usia 7
hingga 11 meluangkan lebih dari 40% waktunya untuk berinteraksi dengan teman
sebaya.
8.
Karakteristik
perkembangan spiritual remaja
Dibandingkan
dengan masa awal anak-anak misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami
perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika mereka
baru memiliki kemampuan berpikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang
berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah
konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman
remaja terhadap keyakinan agama ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kognitifnya.[13]
Oleh
sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh
orangtua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam
perkembangan kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran
keyakinan agama mereka sendiri.
C. Metode Pembelajaran
(1)
Metode Ceramah
Metode ceramah (preaching method) adalah
sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara
lisan kepada sejumlah siswa atau peserta didik, yang pada umumnya mengkuti
secara pasif. Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang
paling ekonomis untuk penyampaian informasi, dan paling efektif dalam mengatasi
kelangkaan buku dan alat bantu peraga. Metode ini bersifat terpusat, sehingga
menghasilkan komunikasi yang searah, yaitu proses penyampaian informasi dari
pengajar kepada peserta didik, sementara proses belajar yang baik adalah adanya
interaksi dalam melakukan suatu kegiatan, sehingga terjadi proses belajar yang
efektif dan menyenangkan, serta tujuan pembelajaran pun dapat tercapai dengan
baik.
Metode ceramah merupakan metode yang
paling banyak dipakai oleh peserta didik. Hal ini mungkin dianggap oleh guru
sebagai metode mengajar yang paling mudah dilaksanakan. Jika bahan pelajaran
dikuasai dan sudah ditentukan urutan penyampaiannya, guru tinggal menyajikannya
di depan kelas. Murid-murid memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap apa
isinya dan membuat catatan.
(2) Metode Diskusi
Metode
diskusi adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa-siswa dihadapkan kepada
suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat
problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
Metode
diskusi merupakan salah satu metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam
kegiatan pembelajaran dengan memberikan siswa suatu permasalahan untuk
diselesaikan bersama-sama. Sehingga akan terjadi interaksi antara dua atau
lebih siswa untuk saling bertukar pendapat, informasi, maupun pengalaman
masing-masing dalam memecahkan permasalahan yang diberikan oleh guru. Dengan
demikian diharapkan tidak akan ada siswa yang pasif.
(3) Metode Tanya Jawab
Metode
Tanya jawab adalah penyampaian pesan pengajaran dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan siswa memberikan jawaban atau sebaliknya siswa diberi
kesempatan bertanya dan guru menjawab pertanyaan-pertanyaa.
Metode
Tanya jawab adalah suatu metode dalam pendidikan dan pengajaran dimana guru
bertanya dan murid-murid menjawab bahan materi yang diperolehnya. Metode ini
memungkinkan terjadinya komunikasi langsung antara pendidik dan peserta didik,
bisa dalam bentuk pendidik bertanya dan peserta didik menjawab atau dengan
sebaliknya. Metode tanya jawab merupakan cara menyajikan bahan ajar dalam
bentuk pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban untuk mencapai tujuan.
Umumnya pada tiap kegiatan belajar mengajar selalu ada tanya jawab. Namun,
tidak pada setiap kegiatan belajar mengajar dapat disebut menggunakan metode
tanya jawab. Dalam metode tanya jawab, pertanyaan-pertanyaan bisa muncul dari guru,
bisa juga dari peserta didik, demikian pula halnya jawaban yang dapat muncul dari
guru maupun peserta didik.[14]
BAB III
METODOLOGI LAPORAN
E. Lokasi Observasi
1.
Identitas
Sekolah
Nama
Sekolah : MA
Wahid Hasyim Balung Jember
Status
Sekolah :
Yayasan
2. Pelaksanaan Observasi
Tempat : MA Wahid Hasyim Balung Jember
Alamat : Jl. Puger No. 20, Balung,
Balung Lor,
Jember. Kab. Jember-Jatim 68161
Telephon : (0336)
622102
Hari ,Tanggal : Sabtu, 17 - 24 September 2016
Waktu : 08.00 WIB – Selesai
Mata Pelajaran : Qur’an Hadist
3. Identitas Guru
Nama : Musyafak Ainul Yaqin
F. Jenis dan Desain
Laporan Observasi
Masalah tentang penggunaan
teknik-teknik observasi tergantung sekali kepada situasi di mana observasi
diadakan. Kita akan membicarakan tiga
jenis teknik pokok dalam obsrvasi yang masing-masing umumnya cocok untuk keadaan-keadaan
tertentu, yaitu:
1.
Obervasi
partisipan-observasi nonpartisipan
Obervasi partisipan pada umumnya digunakan orang untuk
riset yang sifatnya eksploratif. Untuk menyelidiki satuan-satuan sosial yang
besar seperti masyarakat suku bangsa.
Suatu observasi disebut observasi partisipan jika orang yang mengadakan
observasi (disebut observer) turut
ambil bagian dalam perkehidupan orang atau orang-orang yang diobservasi
(disebut observee). Kata partisipan mempunyai arti yang penuh
jika observer betul-betul turut partisipasi, bukan hanya pura-pura semata-mata.[15] Observasi dengan partisipasi pura-pura
disebut quasi participant observation. Jika unsure partisipasi sama sekali tidak
terdapat di dalamnya observasi itu disebut nonpartisipant
observation.
2.
Obervasi
sistematik-obervasi nonsistematik
Observasi sistematik biasa disebut juga observasi
berkerangka atau observasi terstruktur. Ciri pokok dari observasi ini adalah adanya
kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorisasinya lebih
dahulu, dan ciri-ciri khusus dari tiap-tiap faktor dalam kategori-kategori itu. Contoh
kerangka materi observasi diantaranya, yaitu:
a.
Materi observasi
Isi dan luas situasi yang akan diobservasi dalam
observasi sistematik umumnya lebih terbatas.
Sebagai alat untuk penyelidikan deskriptif, observasi ini berlandasan
pada peerumusan-peerumusan yang lebih khusus.
b.
Cara-cara
pencatatan
Cara-cara mencatat pada obsevasi sistematis memberikan
perbedaan yang lebih mencolok dengan observasi partisipan. Persoalan-persoalan yang telah dirumuskan
secara teliti memungkinkan jawaban-jawaban, respon-respon, atau reaksi-reaksi
yang dapat dicatat secara teliti pula.
Kadang-kadang observasi sistematis menggunakan beberapa macam alat pencatat mekanik seperti film, alat
pemotret, tape recorder, dan semacamnya.
Keunggulan dari alat-alat semacam itu sudah tentu dapat diputar kembali
tiap-tiap waktu dibutuhkan untuk menganalisi lebih lanjut.
c.
Hubungan antara
observer dan observe
Dalam observasi sistematis, hubungan antara observer
dan observe menyajikan suatu persoalan yang pelik. Jika tidak dilakukan dibelakang “one way screen”. Observasi jenis ini menimbulkan masalah yang
sama dengan partisipan untuk mengusahakan hubungan yang baik. Pertama-tama situasinya harus disiapkan
sedmikian rupa sehingga para observes tidak keberatan menerima observer.
3.
Obervasi
eksperimental-Obervasi noneksperimental
Dalam observasi partrisipan, penyelidik tidak dapat
bertindak untuk mengendalikan jalannya situasi.
Baik sebagai partisipan, maupun sebagai observer. Sebagai partisipan, penyelidik turut dalam
arus dinamika dan perkembangan situasi, dan sebagai “peninjau” dia berdiri di
luar dinamika dan perkembangan itu.
Adapun cirri-ciri observasi eksperimental adalah sebagai berikut:
a. Observer dihadapkan pada situasi perangsang yang
dibuat seseragam mungkin untuk semua observe.
b. Situasi dibuat sedemikian rupa untuk memungkinkan
variasi timbulnya tingkah laku yang akan diamati oleh observe.
c. Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga observe tidak
mengetahui maksud yang sebenarnya daripada observasi.
d. Observer atau alat pencatat membuat catatan-catatan
dengan teliti mengenai cara-cara observe mengadakan aksi-reaksi, bukan hanya
semata-mata jumlah aksi-reaksi.
Observasi eksperimental tidak memerlukan
observer sebanyak observasi sistematik dalam keadaan yang wajar. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkah
laku observe telah dikontrol secermat mungkin sehingga tinggal satu dua faktor
untuk diamati bagaimana pengaruhnya terhadap dimensi-dimensi tertentu dari
tingkah laku. Observasi eksperimental
dipandang orang sebagai cara penyelidikan yang relatifmurni untuk menyelidiki
pengaruh kondisi-kondisi tertentu terhadap tingkah laku manusia.[16]
G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data
merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan dari
penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber,
dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium
dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada satu
seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain.
Dalam penelitian kualitatif,
pengumpulan data dilakukan pada natural setting
(kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih
banyak pada observasi berperan serta (participan
observation), wawancara mendalam (in
depth interview) dan dokumentasi.
Adapun macam-macam teknik
pengumpulan data adalah, sebagai berikut:
1. Observasi
Adapun
macam-macam observasi ialah:
a. Observasi partisipan, dalam observasi ini, peneliti
terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang
digunakan sebagai sumber data penelitian.
Observasi ini dapat digolongkan menjadi empat diantara yaitu:
(1) Partisipasi pasif, peneliti datang ditempat kegiatan
orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
(2) Partisipasi moderat, terdapat keseimbangan antara
peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar.
Peneliti dalam pengumpulan data ikut observasi partisipatif dalam
beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.
(3) Partisipasi aktif, peneliti ikut melakukan apa yang
dilakukan oleh nara sumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.
(4) Partisipasi lengkap, dalam pengumpulan data, peneliti
sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data. Jadi suasananya sudah natural, peneliti tidak
terlihat melakukan penelitian.[17]
b. Observasi terus terang atau tersamar, dalam hal ini,
peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber
data, bahwa ia sedang melakukan penelitian.
Jadi mereka yang diteliti mengetahui sejak awal sampaiakhir tentang
aktivitas peneliti.
c. Observasi tak berstruktur, observasi yang dilakukan
dengan tidak berstruktur, karena fokus penelitian belum jelas. Observasi tidak terstruktur adalah observasi
yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi.
2. Wawancara, adapun macam-macam wawancara diantaranya
yaitu:
a. Wawancara terstruktur, dalam melakukan wawancara,
pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa
pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.
b. Wawancara semiterstruktur, pelaksanaan dalam wawancara
ini lebih bebas yang mana tujuannya adalah untuk menemukan permasalahan secara
lebih terbuka.
c. Wawancara tak berstruktur, wawancara yang bebas di
mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
3. Dokumentasi, dokumen merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlaku.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya-karya monumental dari seseorang.[18]
H. Instrumen
Dalam penelitian kualitatif,
instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrument
juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan
penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan.
Peneliti akan terjun ke lapangan sendiri, baik pada grand tour question, tahap focused and selection, melakukan
pengumpulan data, analisis dan membuat kesimpulan. Jadi seorang peneliti adalah merupakan
instrument kunci dalam penelitian kualitatif.
Adapun ciri-ciri instrument penelitian sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap
segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak
bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap
semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi meerupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrument berupa test atau
angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak
dapat difahami dengan pengetahuan semata.
Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya
berdasarkan pengetahuan kita.[19]
Adapun instrumen yang digunakan oleh kelompok kami ialah
menggunakan HP Evercross A7T sebagai alat untuk recorder, dan HP Samsung J1ACE untuk
foto.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Problematika
Pendidikan Agama Islam di Madrasah
Mata pelajaran Qur’an Hadist di MA Wahid merupakan
salah satu mata pelajaran yang menerangkan tentang ayat-ayat Al-Qur’an dan
kumpulan beberapa hadist. Didalamnya
terdapat nilai yang bisa diambil oleh siswa.
Mata pelajaran Qur’an Hadist di MA Wahid Hasyim dilaksanakan setiap dua
jam sekali dalam satu minggu.
Adapun guru yang mengajar di MA Wahid Hasyim yaitu
Bapak Musyafak Ainul Yaqin, Bapak
Musyafak adalah guru MA Wahid Hasyim yang terbilang masih baru (awal
masuk tahun ajaran baru 2016). Adapun
jadwal beliau mengajar di MA Wahid Hasyim yaitu:
a)
Senin : Mengajar mata pelajaran Qur’an Hadist di
kelas XII IPA 2
b)
Selasa : Mengajar mata pelajaran Qur’an Hadist di
kelas XII IPA 1
c)
Jumat : Mengajar mata pelajaran Qur’an Hadist di
kelas XII IPS 1 dan
XII IPS 2
d)
Sabtu : Mengajar mata pelajaran Qur’an Hadist di
kelas XII ICP
Problematika dalam proses belajar
mengajar pasti ada. Di MA Wahid Hasyim
ini bisa dirasakan tentu saja ada kekurangan kelas sehingga proses belajar
mengajar kurang maksimal. Seperti contoh,
di kelas ICP itu adalah ruangan laboratorium yang digunakan untuk proses belajar
mengajar. Sedangkan kondisi ruangan
sempit dan kurang maksimal dalam proses pembelajaran. Sejauh ini guru Qur’an Hadist belum melakukan
tindakan dengan adanya ruangan kelas yang kurang. Dan belum berfikir untuk pengoptimalan proses
belajar di luar kelas (outdoor). Bapak Musyafak selaku guru Qur’an Hadist di
MA Wahid Hasyim yang tergolong baru (awal masuk tahun ajaran baru 2016)
sebenarnya beliau bukan asli dari lulusan PAI tetapi dari lulusan Syariah, maka
dari itu beliau juga harus bisa menyesuaikan dengan kondisi kelas, sekolah
serta belajar kembali tentang materi-materi Qur’an Hadist.
Gambar 01:
Situasi kelas diruang ICP saat mata pelajaran Qur’an Hadist.
Dalam mengajarkan materi
pelajaran Qur’an Hadist tidak semudah yang kita bayangkan, seorang guru harus
bisa mengolah kelas dengan kondusif dan bisa senyaman mungkin. Agar siswa yang ada didalam kelas bisa
menyerap pelajaran dengan mudah. Tetapi,
karakter siswa yang ada didalam kelas ini berbeda-beda, guru juga harus bisa
melihat secara psikolog bagaimana kepribadian siswa tersebut. Dengan adanya
siswa yang memiliki berbagai karakter guru dituntut untuk bisa sabar dan
mengajarkan materi yang bisa diterima oleh semua siswa. Tidak hanya terpacu pada satu siswa.
Siswa adalah salah satu
murid di MA Wahid Hasyim yang perlu kita didik dan di ajarkan tentang
nilai-nilai agama terutama pada akhlak yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadist. Kelemahan siswa biasanya itu
menghafal yang membuat guru juga harus bisa sabar mengajarkan materi kepada
siswa.
03
|
02
|
Gambar 02 dan 03: Siswa menghafal
sebuah ayat di LKS
Dari hasil analisi kami, bapak Musyafak Ainul Yaqin
selaku guru Qur’an Hadist di MA Wahid Hasyim belum bisa menguasai materi Qur’an
Hadist dengan maksimal. Karena beliau
lulusan dari Syari’ah bukan dari keguruan (Tarbiyah), jadi untuk mengajar
beliau harus belajar lagi tentang materi-materi yang akan disampaikan kepada
siswa. Apalagi fasilitas yang kurang
mendukung seperti ruangan kelas di XII ICP yang sempit, yang enyebabkan suasana
kelas kurang kondusif.
Seharusnya guru yang mengajar di kelas sudah tahu
materi apa yang sudah disampaikan serta mengerti betul tentang materi tersebut
bukan hanya asal-asalan ketika mengajar.
Apalagi jika seorang guru mengajar di madrasah dengan perantara orang
dalam untuk memasukannya menjadi guru tanpa di lihat terlebih dahulu dari
lulusan mana. Inilah yang menyebabkan
problem dalam madrasah tidak akan pernah ada habisnya.
Ditambah lagi dengan kelas yang sempit dengan jumlah
siswa yang lumayan banyak akan menyebabkan kurang mkasimalnya belajar
siswa. Dengan begitu madrasah seharusnya
memfasilitasi kegiatan belajar mengajar siswa dengan maksimal agar madrasah
dipandang oleh orang luaran sana menjadi lembaga yang bisa dipercaya dan bisa
menciptakan lulusan yang terbaik.
B. Karakteristik
Peserta Didik di MA Wahid Hasyim
Di MA Wahid Hasyim khususnya di kelas XII ICP siswanya
cenderung aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa dikelas XII ICP mereka
tidak sungkan bertanya kepada guru tentang materi yang belum mereka
pahami. Bahkan mereka berfikir kritis
tentang materi yang diajarkan oleh guru seperti contoh missal tentang sabar dan dari jawaban
anak-anak digabungkan dan biasanya guru sengaja memberikan definisi salah
tentang sabar yang nantinya ada siswa yang menyalahkan. Dari situ sudah ketemu
dapat memancing anak untuk bertanya. Dan juga biasanya guru menananyakan
tentang kesulitannya baru setelah itu anak menceritakan kesuliatan dalam
belajar qur’an hadist.
Adapun siswa kelas X ketika di dalam kelas rame
sendiri terus susah diatur, apalagi mereka masih terbawa karakter di MTs-nya, siswa di kelas X
memiliki karakter fisik yaitu dengan bertambahnya usia maka pola pikirnya juga
akan bertambah pula tetapi berbeda dengan siswa kelas X di MA Wahid Hasyim yang
cenderung masih seperti anak MTs mungkin karena masih terbawa dengan usia yang
masih labil.
Siswa di MA Wahid Hasyim menerapkan shalat dhuhur
berjamaah dan siswa tidak boleh pulang sebelum selesai shalat berjamaah. Dari sini dapat kami ketahui bahwa karakter
siswa di MA Wahid Hasyim memiliki karakteristik spiritual keagamaan karena
sudah bisa menerapkan akan keyakinan agama mereka. Dan keyakinan agama
remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal
anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik Tuhan
dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka
mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan
eksistensi. Perkembangan pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat
dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Bapak Musyafak yang selaku guru Qur’an Hadist di MA
Wahid Hasyim juga menerapkan kejujuran dan akhlak dalam proses belajar seperti
contohnya, dalam ulangan harian saya memberikan penilaian tidak hanya
memberikan penilaian itu secara cuma-cuma tapi disini dengan proses yaitu
dengan melihat anak ini ketika ulangan open book nilainya baik dan ketika tidak
open book nilainya jelek seperti halnya walaupun siswa tersebut jawabannya
benar semua ketika ulangan harian tapi hasil dari open book maka akan saya
nilai jelek( tadinya yang mendapat nilai 10 menjadi nilai 28). Dari situ guru
mengetahui akhlak dari siswa yang guru ajar Qur’an Hadist.
Dari hasil analisis kami, untuk masalah karakter siswa
guru seharusnya harus bisa mengenali diri siswa walaupun tidak di tanya satu
persatu tapi setidaknya mengetahui apa yang sedang siswa butuhkan dalam belajar
Qur’an Hadist khususnya.
Apakah kebutuhan itu dari bujku atau alat yang belum
siswa dapatkan. Guru disini juga harus
bisa menjadi motivator bagi siswa untuk mendorong belajar siswa serta menambah
wawasan siswa tentang Qur’an Hadist.
Guru dituntut untuk bisa memahami karakter siswa yang dimilikinya
berbeda-beda dan harus mengetahui cara menanganinya dengan benar tanpa ada yang
dirugikan sedikitpun.
C. Metode yang
digunakan oleh Guru Mata pelajaran Qur’an Hadist di MA Wahid Hasyim
Dalam guru mengajar mata pelajaran Qur’an Hadist di MA
Wahid Hasyim menggunakan caranya sendiri-sendiri. Tergantung dari guru tersebut untuk
mengguanakan metode apa yang digunakan.
Tapi dalam proses belajar Qur’an Hadist yang disampaikan oleh bapak
Musyafak menggunakan beberapa metode.
Adapun metode yang di gunakan dalam pembelajaran Qur’an Hadist di MA
Wahid Hasyim, yaitu:
1. Metode ceramah
2. Metode diskusi
3. Metode tanyajawab
Gambar 04 : Kegiatan Belajar dan
Mengajar di ruang ICP
Dari ketiga metode diatas dianggap sudah efektif
karena dengan adanya metode di MA Wahid Hayim yaitu ceramah, diskusi, dan
tanyajawab diharapkan siswa dapat berpartisipasi langsung dalam proses
pembelajarannya. Dan diharapkan siswa
mampu menguasai materi yang sudah diajarkan oleh guru.
Dengan demikian terdapat keaktifan dalam diri siswa
itu sendiri. Siswa mampu memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak diketahuinya serta adanya timbal balik dari
guru yang menyampaikan materi Qur’an Hadist.
Adapun implementasi metode
yang digunakan guru mata pelajaran Qur’an Hadist di MA Wahid Hasyim ialah:
Dalam mengimplementasikan
mata pelajaran Qur’an Hadist di MA Wahid Hasyim sejauh ini guru Qur’an Hadist
terutama Bapak Musyafak belum melakukan implementasi untuk siswa, tapi beliau menerapkan
penalaran pada siswa untuk keaktifan dalam proses pembelajaran Qur’an Hadist di
kelas. Untuk siswa yang masih belum
mengetahui materi yang diterangkan oleh guru,
nantinya akan diingatkan kembali tentang materi yang sudah diajarkan
oleh guru Qur’an Hadist. Dengan demikian
siswa mampu mengingat materi yang guru telah ajarkan di kelas dan siswa mampu
menyerap semua yang guru terangkan di kelas.
Disini proses pembelajarannya juga tidak terpacu didalam kelas saja,
tapi bisa memberi materi ketika siswa bertemu dengan guru yang bersangkutan
untuk menanyakan materi yang belum dipahami.
Tapi menurut kami tidak
benar adanya jika di MA Wahid Hasyim belum menerapkan metode diskusi, ceramah
dan tanyajawab.
Sejauh kami observasi
langsung di lapangan (di kelas) bapak musyafak sudah menerapkan tiga metode di
atas, yaitu metode ceramah, diskusi dan tanyajawab. Penerapan metode tanyajawab menurut kami
sudah berjalan dengan lancar seperti siswa dipancing terlebih dahulu untuk bisa
menjawab pengertian sabar itu apa, bagaimana sabar bisa diterapkan? Dari jawaban siswa nantinya akan digabungkan
menjadi satu. Dan biasanya guru
memberikan definisi salah agar siswa nantinya bisa menyalahkan dan siswa
berfikir kritis agar dapat menyimpulkan hasil dari pengertian sabar.
Dari hasil analisis kami,
seharusnya metode yang diterapkan tidak hanya metode ceramah, diskusi dan Tanya
jawab. Tapi ada prktek di lapangan, agar
mengetahui langsung kecerdasan siswa untuk mengukur sejauh mana materi yang
diterapkan sudah berhasil atau belum.
Dengan diterapkan tiga
metode menurut kami belum maksimal dalam proses belajar mengajar di kelas
khususnya materi Qur’an Hadist. Jika
guru selalu menggunakan metode ceramah, siswa cenderung pasif dan hanya
mendengarkan guru menerangkan. Bahkan
ada yang ngantuk karena merasa bosan didalam kelas. Jika ingin menggunakan metode ceramah
seharusnya guru sudah mempunyai bekal untuk mengajar setidaknya menggunakan
bercandaan yang masuk akal agar siswa tidak merasa jenuh dan bosan.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Problematika pendidikan agama Islam di Madrasah adalah
Bersifat eksternal, diantanya
ialah: Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan, dan Keamanan. 2) Bersifat
internal diantaranya yaitu: Manajemen kelembagaan, Tenaga kependidikan, Kurikulum,
Strategi pembelajaran, Kualitas lulusan, dan Dana. Dan masalah yang dihadapi di
kelas XII ICP adalah ruangan yang sempit serta kurangnya kelas dalam proses
belajar mengajar.
2. Karakteristik peserta didik di MA Wahid Hasyim adalah Karakteristik
umum perkembangan peserta didik, Karakteristik individu, Karakteristik
perkembangan fisik pesera didik, Karakteristik perkembangan kognitif pesera
didik, Karakteristik pemikiran kritis, Karakteristik konsep diri remaja
(SMP-SMA), Karakteristik hubungan anak usia sekolah dengan teman sebaya, Karakteristik
perkembangan spiritual remaja. Serta
adanya perbedaan sifat diantara peserta didik yang memberikan keanekaragaman
dalam guru mengajar. Dan guru setidaknya
bisa mengajar dikelas dengan nyaman dan kondusif agar perbedaan karakter
diantara siswa bisa teratasi.
3. Metode yang digunakan oleh guru mata pelajaran Qur’an
Hadist di MA Wahid Hasyim adalah metode ceramha, metode diskusi, dan metode
Tanya jawab.
B.
Kritik dan Saran
Demikian pembahasan dari observasi kami. Kami berharap semoga pembahasan dalam observasi kami ini dapat
membantu dan bermanfaat bagi pembaca.
Dan kami pun berharap pula kritik dan saran dari pembaca untuk
kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya.
Sekian dan trimakasih.
DAFTAR RUJUKAN
Ali,
Hasmiyati Gani. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Ciputat Press
Group.
Departemen Pendidikan
dan Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1997. Jakarta:
Balai Pustaka.
Derektorat
pendidikan Islam Kementrian Agama RI. Rencana
Pelaksanaan
(RPP)Mata
pelajaran Aqidah Akhlak.
Hadi,
Sutrisno. 2015. Metodologi Riset.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kamaruddin,
Yooke Tjuparmah. Kamus Istilah Karya
Tulis Ilmiah. Jakarta:
Bumi Aksa
Mamimun,
Agus & Zaenul Fitri, Agus. 2010. Madrasah
Unggulan. Malang:
UIN Maliki Press.
Patilima,
Hamid. 2011. Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung: Alfabeta,cv.
Suyanto
& Jihad, Asep. 2013. Menjadi Guru
Profesional. Jakarta: Erlangga
Group.
Sugiyono.
2014. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung:
ALFABETA,cv.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A.
Draf Pertanyaan
1.
Untuk Guru
a)
Ada berapa guru mata pelajaran qurdis di MA Wahid
Hasyim?
Jawab: ada
2 guru, yaitu Bapak musyafak ainul yaqin dan Ibu
mahmudah
b)
Bagaimana pembagian
guru qurdis mengajar di kelas-kelas?
Jawab:
untuk Bapak musyafak jadwal mengajar yaitu:
Ø Senin :
Mengajar mata pelajaran Qur’an Hadist di kelas XII IPA 2
Ø Selasa :
Mengajar mata pelajaran Qur’an Hadist di kelas XII IPA 1
Ø Jumat :
Mengajar mata pelajaran Qur’an Hadist di kelas XII IPS 1 dan XII IPS 2
Ø Sabtu : Mengajar
mata pelajaran Qur’an Hadist di kelas XII ICP
c)
Waktu pelaksanaannya
dalam satu minggu berapa kali dan berapa jam dalam satu mata pelajaran qurdis?
Jawab:
dilaksanakan 2 jam dalam 1 minggu
d)
Metode yang digunakan
dalam proses pembelajaran.
Jawab: metode
yang digunakan ada 3. Metode ceramah,diskusi, dan Tanya jawab
e)
Mengapa menggunakan
metode tersebut apakah? Kenapa tidak mencoba metode lain?
Jawab:
untuk saat ini saya masih menggunakan metode tersebut daiatas. Karena menurut
saya sudah sangat efektif digunakan dan saya belum mencoba metode lain, Karena
kurangnya alat.
f)
Sudah maksimal belum
menggunakan metode tersebut.
Jawab:
menurut saya sudah maksimal menggunakan metode tersebut.
g)
Dalam proses belajar
materi qurdis apa hanya di dalam kelas atau di luar kelas.
Jawab:
untuk saat ini saya belum bisa menerapkan proses belajar mengajar diluar kelas
dan saya masih mengajar di dalam kelas saja.
h)
Bagaimana implementasi
(penerapan) mata pembelajaraan qurdis di sekolah ini?
Jawab: untuk
saat ini saya menerapkan kejujuran dan akhlak dalam proses belajar seperti
contohnya, dalam ulangan harian saya memberikan penilaian tidak hanya
memberikan penilaian itu secara Cuma-Cuma tapi disini dengan proses yaitu
dengan melihat anak ini ketika ulangan open book nilainya baik dan ketika tidak
open book nilainya jelek seperti halnya walaupun anak tersebut jawabannya benar
semua ketika ulangan harian tapi hasil dari open book maka akan saya nilai
jelek( tadinya yang mendapat nilai 10 menjadi nilai 28). Nah dari situ saya
mengetahui akhlak dari siswa saya.
i)
Apakah bapak menjumpai siswa yang
kesulitan saat dalam proses pelajaran qurdis khusunya?
Jawab: tentu
saja ada mbak, apalagi ketika menghadapi siswa kelas X ketika di dalam kelas
itu rame sendiri terus susah diatur mbak, apalagi kan mereka masih terbawa karakter MTs-nya dan yang lebih sulitnya lagi
ketika ada dalam satu kelas itu ditanya tentang pengertian sabar tidak ada yang
menjawab sama sekali. Dan saya menjumpai ada 1 kelas yang lebih repotnkan lagi
ada anak 1 yang tidak rame sedangkan temen sekelasnya rame itu yang membuat
saya bingung, kalau mau rame ya rame sekalian 1 kelas lha ini berbeda. Dan
anak-anak juga mempunyai kelemahan dalam kesulitan belajar anak-anak lemah
dalam penghafalan.
j)
Bagaimana cara
penanganan atau solusi untuk siswa yang kesulitan belajar qurdis?
Jawab: biasanya
untuk menghadapi anak seperti itu saya memancinya dengan Tanya jawab missal tentang sabar dan dari jawaban
anak-anak digabungkan dan guru biasanya guru sengaja memberikan definisi salah
tentang sabar yang nantinya ada siswa yang menyalahkan. Dari situ sudah ketemu/
dapat memancing anak untuk bertanya. Dan juga biasanya saya Tanya tentang
kesulitannya baru setelah itu anak menceritakan kesuliatn dalam belajar qur’an
hadist.
k)
Apakah bapak juga mengalami
kendala atau kesulitan saat mendapati siswa yang tidak bisa aktif dikelas atau
yang belum mengerti mata pelajaran qurdis ini?
Jawab:
tentu saja saya juga mendapat kesulitan menangani anak ya seperti yang saya
jelaskan diatas tadi mbak tentang pengertian sabar. Terkadang juga ada siswa
yang bolos sekolah itu juga merupakan kendala bagi guru.
l)
Apakah menurut bapak siswa akan bisa menyerap
materi yang bapak sampaikan
dengan metode tersebut?
Jawab:
untuk maslaah menyerap materi saya itu tergantung anaknya ada yang biasanya mau
mendengarkan ada yang tidak.
m)
Dan apakah ada patokan
khusus dalam menggunakan metode di MA Wahid Hasyim?
Jawab:
patokan khusus tidak ada, itu tergantung dari gurunya yang mau menyampaikan
menggunakan metode apa.
n)
Bagaimana praktek mata
pelajaran qurdis ke dalam MA Wahid Hasyim ini
Jawab: kalo
masalah praktek belum bisa diterapkan secara maksimal hanya penalaran saja yang
sedikit diterakpan (paling saya ingatkan). Tapi mabk disini menerapkan untuk
sholat dhuhur berjamaah dan anak-anak tidak boleh pulang sebelum sholat dhuhur
berjamaah.
2.
Untuk Siswa
a)
Siapa guru yang
mengajar mata pelajaran qurdis dikelas adik?
Jawab: Bapak musyafak ainul yaqin. Untuk bapak musyafak sendiri
menerangkan materi teman-teman ada yang gak bisa nagkepnya yang mengerti
semakin ngerti yang tidak mengerti semkain tidak mengerti, karena bahasanya
terlalu dalam yang tidak mengerti semakin bingung juga.
b)
Suka gak di ajar
ibu/bapak guru?
Jawab: ada
sukanya ada enggaknya di ajar bapak musyafak soalnya guru mengajar dengan
caranya sendiri kak. Dan menggunakan metode yang berbeda pula.
c)
Apakah ada sopan
santun ketika masuk kelas?
Jawab: ada,
yaitu kami doa dahulu sebelum guru masuk kelas dan jika ada guru yang masuk
kelas semua siswa langsung berdiri tanpa diperintah. Disini kami menerapkian
tradisi seperti pondok pesantren.
d)
Menurut adik mata
pelajaran qurdis itu penting tidak?
Jawab:
menurut kami penting bahkan sangat penting karena kita sebagai umat islam
berpedoman kepada al qur’an dan hadist.
e)
Bagaimana jika
kamu menjumpai teman kamu yang belum memahami qur’an hadist (tidak sopan)?
Jawab:
mungkin teman saya belum memahami ilmu qur’an hadist.
f)
Kalau dikelas
teman-teman memperhatikan
bapak
guru mengajar dikelas tidak?
Jawab: ya
gitu kak kadang ada yang memperhatikan kadang ada yang enggak, tergatung dari
gurunya yang ngajar.
g)
Apa reaksi teman-teman
kalau bapak guru baru tiba di kelas?
Jawab :
kalo guru masuk ke kelas pasti kita langsung berdiri itu seperti tanda sopan
santun kita ke guru sama seperti di pesantren.
h)
Biasanya kalau dikasih
tugas sama bapak
guru seperti apa? Menurut adik susah apa mudah?
Jawab :
kalo tugas biasanya kita diasih tugas menghafal ayat atau hadis. Kalau dibilang
susah si gak itu tergantung dari teman-temannya sendiri mau melaksanakan
tugasnya atau tidak.
B.
Dokumentasi (Foto)
Gambar 05: Memberikan Surat
Observasi kepada Bpk. Suhi
Gambar
06: Kondisi Lingkungan Sekolah
Gambar
07: Visi dan Misi MA Wahid Hasyim
09
|
08
|
Gambar 08 & 09: Kondisi Di luar
Kelas
10
|
11
|
Gambar 10 & 11: Wawancara
dengan salah satu guru Qurdis (Bpk. Musyafak)
Gambar
12: Wawancara dengan Siswa MA Wahid Hasyim
Gambar 13: Pemberian Tanda
Terimakasih Kepada Bpk Suhi yang telah Mengizinkan Kelompok kami observasi di
MA Wahid Hasyim
Gambar 14: Pemberian Tanda
Terimakasih Kepada Bpk Musyafak selaku guru Qur’an Hadis di MA Wahid Hasyim
Gambar 15: Pemberian Tanda
Terimakasih Kepada Adik-adik (Kholiq, Aida, Nafila dan Umar) yang bersedia kami
wawancara
Gambar 16: Peta MA Wahid Hasyim
Balung Jember
[1] Kamaruddin, Yooke Tjuparmah, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah,
(Jakarta: Bumi Aksa), hlm. 145
[2] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011), hlm. 56
[3] Suyanto & Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional, (Jakarta: Erlangga
Group, 2013), hlm. 114
[4] Kamaruddin, Yooke Tjuparmah, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah,
(Jakarta: Bumi Aksa), hlm. 145
[5] Departemen Pendidikan dan Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1997), hlm. 788
[6] Derektorat pendidikan Islam
Kementrian Agama RI, Rencana Pelaksanaan
(RPP) Mata pelajaran Aqidah Akhlak
[8] Agus Maimun & Agus Zaenul
Fitri, Madrasah Unggulan, (Malang:
UIN-Maliki Press, 2010), hlm. 6
[9] Agus Maimun & Agus Zaenul
Fitri, Madrasah Unggulan,…, hlm. 8
[10] Agus Maimun & Agus Zaenul
Fitri, Madrasah Unggulan, …, hlm. 9
[11] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,…, hlm. 60
[12] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,…, hlm. 107
[13] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik,…, hlm. 282
[14] Suyanto & Asep Jihad, Menjadi Guru Profesional,.., hlm. 114
[15] Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2015), hlm. 194
[16] Sutrisno Hadi, Metodologi Riset,…., hlm. 207
[17] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung:
ALFABETA,cv, 2014),
hlm. 228
[18] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,…, hlm. 233
[19] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,…, hlm. 222
Tidak ada komentar:
Posting Komentar