ABORSI
DAN STERILISASI
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Masailul Fiqh
Dosen Pengampu:
Dr. H. Mas’ud, S. Ag, M.Pd.I
Di susun Oleh Kelompok 3 :
1.
Moh. Zaenol
Hasan (084141401)
2.
Khoirul Umam (084141412)
3.
Ria Siti Rahayu (084141398)
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
Maret, 2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Asslamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur
atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu pengetahuan, kekuatan
dan petunjuk-Nya. Dimana dengan izin-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah
kami yang berjudul “Aborsi dan Sterilisasi”.
Semoga kiranya
membawa manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan sumbangan yang berarti
bagi pendidikan pada masa sekarang dan yang akan datang.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang jelas membawa kita ke dunia yang penuh
dengan kedamaian.
Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini penulis tidak
lupa mengucapkan terimakasih kepada:
1. Saya ucapkan syukur “Alhamdulillahirobbil alamin”
berkat kehendak Allah makalah saya bisa terselesaikan.
2. Bpk. Dr. H. Mas’ud, S. Ag. M.Pd.I selaku dosen
pengampu mata kuliah Masailul Fiqh di kampus IAIN Jember.
3. Semua teman-teman kelas A9 IAIN Jember yang telah
menjadi penyemangat saya untuk membuat makalah ini.
Sebagaimana pepatah yang menyatakan
tiada gading yang tak retak, maka penulis makalah inipun tentunya banyak
dijumpai kekurangan dan kelemahanya. Untuk itu kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya dan mengharap tegur sapa serta saran-saran penyempurnaan, agar
kekurangan dan kelemahan bisa diperbaiki.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Jember,
07 Maret 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
JUDULi
KATA
PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
BAB
I PENDAHULUAN1
A.
Latar Belakang1
B.
Rumusan Masalah1
C.
Fokus Penulisan1
BAB
II PEMBAHASAN2
A.
Pengertian Aborsi Dan
Hukumnya2
1.
Pengertian Aborsi2
2.
Hukumnya Aborsi5
B.
Pengertian Sterilisasi
Dan Hukumnya8
1.
Pengertian Sterilsasi8
2.
Hukumnya Sterilisasi11
BAB
III PENUTUP13
A.
Kesimpulan13
B.
Saran13
DAFTAR
PUSTAKA14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada makalah ini ada beberapa masalah
yang akan membahas di
antaranya adalah pengertian aborsi dan strerilisasi serta hukum yang berkaitan
dengan masalah aborsi dan sterilisasi,
dan yang ke dua adalah tentang masalah menggugurkan atau mengakhiri masa
kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan atau yang biasa.
Hal ini mengakibatkan, ada sebagian
wanita yang menggugurkan kandungannya setelah janin bersemi dalam
rahimnya. Janin (Manusia dalam Rahim) Pengguguran kandungan alias
aborsi (abortus, bahasa Latin) secara umum dapat dipilah dalam dua kategori,
yakni aborsi alami (abortus natural) dan aborsi buatan (abortus provocatus),
yang termasuk didalamnya abortus provocatus criminalis, yang merupakan tindak
kejahatan dan dilarang di Indonesia (diatur dalam pasal pasal 10 kode etik
Kedokteran Indonesia 1983)
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah aborsi itu dan
bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam?
2.
Apakah sterilisasi itu dan
bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam?
C. Fokus Masalah
1.
Untuk mengetahui aborsi
dan hukumnya dalam pandangan Islam.
2.
Untuk mengetahui
sterilisasi dan hukumnya dalam pandangan Islam.
BAB II
PEMBAHSAN
C.
Pengertian
Aborsi Dan Hukumnya
1.
Pengertian
Aborsi
Istilah
abourtus (aborsi) yang dalam bahasa
Arabnya disebut al-Isqatul Hamli,
Abortus (aborsi) ialah pengakhiran kehamilan dengan (cara) mengeluarkan hasil
konsepsi ke dalam rahim sebelum ia dapat hidup (diluar kandungan), baik telah
mencapai berat 1000 gram atau telah mencapai umur 12 minggu.[1]
Menurut
Maryono Reksodipuro, aborsi ialah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum
waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).
Dalam
ilmu kedokteran terdapat perbedaan aborsi diantaranya ialah:
a)
Spontaneus
Abortus, adalah aborsi yang terjadi dengan
sendirinya tanpa ada kesengajaan.
Umumnya hal ini terjadi disebabkan kualitas spermadan sel telur yang
kurang baik.[2]
b)
Abortus
Provocatus, adalah aborsi yang terjadi dengan
kesengajaan. Adapun Abortus Provocatus dibedakan menjadi dua yaitu:
1)
Abortus
Artificialis Therapicus, adalah abortus yang
dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis atau pengobatan.
Contoh: Jika kehamilan
diteruskan bisa membahayakan jiwa si ibu, karena misalnya penyakit-penyakit
yang berat antara lain TBC, Ginjal dan sebagainya.
2)
Abortus
Provocatus Criminalis, adalah abortus yang
dilakukan tanpa adanya indikasi medis.
Contoh: Abortus yang
dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks di luar perkawinan.
Pandangan
abortus menurut para pakar, yaitu:
a)
Abortus dalam KUHP di
Indonesia
Masalah
aborsi di Indonesia masih cukup tinggi.
Sebenarnya masalah aborsi di Indonesia telah di atur oleh undang-undang,
sebagaimana dapat dilihat dalam KUHP pasal 299, 346, 348, dan 349, pasal-pasal
tersebut melarang abortus dan menentukan sanksi hukumannya cukup berat, bahkan
hukumannya tidak saja ditujukan kepada wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang
yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut, seperti dokter, dukun bayi,
tukang obat dan sebagainya yang mengobati atau yang menyuruh atau membantu atau
yang melakukan sendiri.
Beberapa
alasan aborsi menurut dunia kesehatan diantaranya ialah:[3]
1)
Ajaran sifat melawan
hukum materiil sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung RI nomor 42 K/Kr 1965
tanggal 6 Januari 1965 dan yurisprudensi Mahkamah Agung RI, nomor 81 K/Kr 1973
tanggal 30 Maret 1977. Ajaran sifat
melawan hukum materi adalah: “Suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya
sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam
perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan asas-asas hukum yang tidak
tertulis dan bersifat umum yang mengandung unsure-unsur; negara tidak
dirugikan, kepentingan umum dilayani dan terdakwa tidak mendapat untung”.
2)
Penjelasan pasal 10
kode etik Kedokteran Indonesia 1983 yang menyatakan larangan pengguguran
kandungan tidak mutlak sifatnya, dan dapat dibenarkan sebagai tindakan
pengobatan, yaitu sebagai satu-satunya jalan untuk menolong si ibu.
Dari kesimpulan di atas dapat di buat pengecualian dalam KUHP, bahwa
pengguguran kandungan yang dilakukan oleh dokter atas dasar pertimbangan
kesehatan dapat dibenarkan dan bukanlah merupakan perbuatan yang melawan hukum.
b)
Aborsi menurut para
Fuqaha’
Islam
membiarkan seorang muslim untuk mencegah kehamilan karena suatu alasan yang
sangat mendesak, maka sebaliknya Islam juga mengharamkan tindakan yang
disengaja menggugugurkan kandungan yang sudah ada (Abortus Provocatus Criminalic), kecuali dalam satu hal, yaitu
adanya ancaman terhadap kehidupan sang ibu jika kandungan ibu diteruskan.
Adapun
dalil syar’i yang menunjukkan keharaman seperti diatas ialah:
………………………………………………….
Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan member rezki kepada mereka
dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh
mereka adalah suatu dosa yang besar”. (Q.S. al-Isra’: 31)
Pengguguran
kandungan adalah termasuk kategori perbuatan membunuh anak, sebab itu termasuk
dalam kandungan ayat di atas. Kaidah
Syar’I mengatakan: Makna yang dijadikan
acuan didasarkan pada umumnya lafadz, bukan khususnya sebab.
………………………………………………..
Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut
syara)”. (Q.S.a-Isra’: 33).
……………………………………………………
Artinya:
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah
ia dibunuh”. (Q.S. at-Takwir: 8-9).
Oleh
karena itu janin mempunyai hak untuk hidup, sebab ia memang makhluk hidup, maka
hukumnya haram membunuhnya dengan jalan apapun.
2.
Hukumnya
Aborsi
Banyak
terjadi perbedaan pendapat tentang kapan diharamkannya melakukan aborsi yang
seringkali menyebabkan perbedaan pemahaman antara makna hidup dan peniupan ruh
yang telah disebutkan oleh hadist di atas.
Adapun hukum aborsi menurut para fuqaha’ ialah:
a)
Abortus
sebelum ditiupkan ruh
Mengenai pengguguran
kandungan sebelum janin berumur empat bulan bulan (120 hari) yakni sebelum
menerima tiupan ruh. Maka dal ini para
fuqaha’ berpendapat:
1)
Hukumnya Boleh
Menurut
sebagian ulama, bahwa menggugurkan kandungan sebelum umur empat bulan
dibolehkan dan tidak diharamkan, dengan dalil bahwa janin tersebut belum ada
tanda-tanda kehidupan dan tidak ada sanksi hukum, diantaranya ialah:[4]
(a)
Ulama Hanafiyah,
berpendapat memperbolehkan seorang wanita menggugurkan kandungannya sebelum
umur empat bulan, walaupun tanpa izin suami.
(b)
Ulama Syafi’iyah ada
yang membolehkan pengguguran sebelum janin umur empat bulan di antaranya: Abul
Ishaq al-Wazi, Abu Bakar bin Said al-Furati, dan Al-Qalyubi.
2)
Hukumnya Makruh
Aborsi
sebelum ditiupkan ruh, dihukumi makruh, alasannya, karena apabila air mani
sudah jatuh ke dalam rahim, ia menjadi suatu yang hidup atau hal tersebut
sedang mengalami proses pertumbuhan untuk menerima kehidupan, maka status
hukumnya sama dengan mahkluk hidup. Ada
beberapa pendapat tentang hukum makruh aborsi, diantaranya ialah:
(a)
Ali bin Musa,
berpendapat bahwa ia menyamakan dengan orang yang memecahkan telur ketika
melakukan ihram.
(b)
Ibnu Wahban,
berpendapat bahwa makruh hukumnya seseorang meminum sesuatu untuk menggugurkan
kandungannya.
(c)
Ulama Madzhab Maliki,
berpendapat bahwasanya pengguguran janin yang belum berusia 40 hari hukumnya
makruh.
(d)
Ibn ‘Imad, berpendapat
bahwasanya jika usia kandungan itu belum mencapai 120 hari (belum ditiupnya
ruh, baik masih berbentuk gumpalan daging atau gumpalan darah) maka hukumnya
tidak boleh secara mutlak.[5]
3)
Hukumnya Haram
Adapun
pendapat yang menyatakan bahwasanya aborsi haram, diantaranya ialah:[6]
(a)
Al-Ghazali, Ibnu Hajar
dan Al-Kurdi, berpendapat bahwasanya aborsi yang dilakukan sebelum ditiupkan
ruh (4 bulan) tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syara’, hukumnya adalah
haram. Alasannya, bahwa dalam kandungan
itu sudah ada kehidupan yang harus dihormati, yakni kehidupan yang sedang dalam
pertumbuhan dan pembentukan.
(b)
Ibnu Hazm, berpendapat bahwasanya
aborsi sebelum ditiupkan ruh itu hukumnya haram, dan diwajibkan untuk membayar
diyat atau fidyah berupa budak laki-laki atau perempuan kepada suaminya.
(c)
Ulama Hanafiyah,
berpendapat bahwasanya “Saya tidak mengatakan kehalalan perbuatan itu (aborsi
sebelum ditiupkan ruh).
b) Aborsi setelah
ditiupkan ruh
Seluruh
ulama fiqh sepakat bahwa abortus setelah ditiupkan ruh, hukumnya adalah haram
dan dianggap sebagai tindakan kriminal, yang tidak halal bagi seorang muslim
melakukannya. Karena perbuatan tersebut
termasuk pembunuhan terhadap orang hidup yang wujudnya telah sempurna. Dan pelakunya diancam dengan hukuman. Selain itu tindakan aborsi merupakan dosa dan
diganjar hukuman oleh Allah di dunia dan di akhirat nanti.
Apabila
seseorang yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan ruh, maka ia wajib
membayar ghurrah (budak laki-laki atau perempuan) ketika janin yang dikeluarkan
telah keadaan mati. Baik itu orang lain
ataupun orangtuanya sendiri.
Nilai
diyat ghurrah disini menurut para ulama, ialah:
1)
As-Sya’bi, berpendapat
diyat ghurrah adalah lima ratus dirham.
2)
Madzhab Hanafi,
berpendapat diyat ghurrah adalah seratus seekor domba.
3)
Ulama Madzhab Maliki,
berpendapat diyat ghurrah adalah diyat yang sempurna yaitu seratus ekor unta.[7]
4)
Para Ulama berpendapat
jika melakukan aborsi pada waktu usia kandungan sudah mencapai 120 hari maka
hukumnya haram.[8]
Bila
janin yang digugurkan dalam keadaan hidup kemudian mati maka para ulama sepakat
dalam kasus ini diwajibkan membayar kafarat dan diyat. Diyat adalah suatu harta yang wajib sebab
melukai jiwa atau anggota badan.[9] Kafaratnya berupa memerdekakan budak, bila
tidak mungkin, diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut. Bila tidak ini tidak mungkin diganti dengan
member makan atau pakaian 60 orang miskin.
Jika
ketika melakukan aborsi, janin masih hidup tetapi mengalami luka seperti
hilangnya mata atau anggota tubuh, maka ganti ruginya dibayarkan sesuai dengan
sekala kompensasi yang disetujui dalam sistem peradilan.
D.
Pengertian
Sterilisasi Dan Hukumnya
1.
Pengertian
Sterilsasi
Sterilisasi (Man’u’l
Haml/pemandulan selamanya) adalah salah
satu program KB yang dikampanyekan pemerintah Indonesia serta saat ini suatu
tindakan atau metode yang menyebabkan seorang wanita tidak dapat hamil lagi. Sterilisasi disini merupakan tindakan untuk
memandulkan wanita dan pria dengan cara sengaja. Tetapi berbeda dengan infertilitas
(kemandulan), infertilitas adalah berkurangnya kesanggupan untuk berkembang
biak, tanpa melalui proses operasi dan dilakukan secara tidak sengaja.[10]
Jadi perbedaannya adalah sterilisasi
merupakan pemandulan dengan cara yang disengaja, tetapi infertilitas merupakan
kemandulan yang tidak disengaja. Maka dapat diketahui bahwa infertilitas
menjadi dua macam yaitu:
a)
Infertilitas primer
adalah kemandulan yang sama sekali tidak pernah hamil.
b)
Infertilitas sekunder
adalah keadaan wanita yang sudah pernah hamil, lalu menjadi mandul karena umur
yang sudah lanjut.
Ada beberapa cara yang sering dilakukan dalam proses
sterilisasi wanita, diantaranya ialah:
a)
Cara Radiasi, yaitu
merusak fungsi ovarium, sehingga tidak dapat lagi menghasilkan hormone-hormon,
yang mengakibatkan wanita menjadi menupouse.
b)
Cara Operatif, yang
terdiri dari beberapa teknik, antara lain[11]:
(1)
Ovarektomi,
yaitu mengangkat atau memiringkan kedua ovarium, yang efeknya sama dengan cara
radiasi.
(2)
Tubektomi,
yaitu mengangkat seluruh tuba agar wanita tidak bisa lagi hamil, karena saluran
tersebut sudah bocor.
(3)
Ligasi
tuba, yaitu mengikat tuba, sehingga tidak
dapat lagi dilewati ovum (sel-sel telur).
c)
Cara Penyumbatan Tuba,
yaitu menggunakan zat-zat kimia untuk menyumbat lubang tuba, dengan teknik
suntikan.
Proses
sterilisasi yang dilakukan oleh laki-laki, yaitu:
a)
Vasektomi adalah operasi sederhana pada laki-laki untuk mensterilkan
sehingga tidak bisa lagi membuahi untuk menghasilkan anak.
Caranya: memotong saluran mani (vas deverens) kemudian kedua ujungnya diikat atau dijepit,
sehingga sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra).
Pada dasarnya, hukum sterilisasi vasektomi dan tubektomi dalam
Islam adalah haram dengan beberapa sebab:
(1)
Sterilisasi (vasektomi/tubektomi)
berakibat pemandulan. Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan dalam
Islam yaitu perkawinan selain bertujuan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat
juga untuk mendapatkan keturunan yang sah.
(2)
Mengubah
ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagaian anggota tubuh
yang sehat dan berfungsi.
(3)
Melihar
aurat besar orang lain. Namun apabila suami istri dalam keadaan terpaksa (darurat
/emergency) seperti terancamnya jiwa si ibu apabila ia mengandung maka
hal itu dibolehkan. Hal ini berdasarkan kaidah hukum Islam: Keadaan
darurat itu membolehkan hal hal yang dilarang.
Faktor yang menyebabkan seseorang melakukan sterilisasi, yaitu
diantaranya:[12]
a)
Indikasi medis, yaitu
biasanya dilakukan terhadap wanita yang mengidap penyakit yang dianggap dapat
berbahaya baginya. Misalnya: penyakit
jantung, ginjal, hypertensi, dll.
b)
Sosio ekonomi, yaitu
biasanya dilakukan, karena suami istri tidak sanggup memenuhi kewajiban bila
melahirkan anak, karena terlalu miskin.
c)
Permintaan sendiri,
yaitu dilakukan karena permintaan oleh yang bersangkutan, meskipun ia tergolong
mampu ekonominya.
2.
Hukum
Sterilisasi
Sebenarnya
berbagai cara yang dilakukan oleh Dokter Ahli dalam upaya sterilisasi, baik
yang dianggap aman pemakainnya, maupun yang penuh resiko, kesemuanya dilarang
menurut ajaran Islam, karena mengakibatkan seseorang tidak dapat mempunyai anak
lagi.
Pemandulan
yang dibolehkan dalam ajaran Islam adalah yang sifatnya berlaku pada
waktu-waktu tertentu saja (temporer) atau istilah “Muwaqqatan” menurut istilah agama, bukan yang sifatnya selama-lamanya
atau “Muabbaddan” menurut istilah
tersebut.[13] Artinya alat kontrasepsi yang seharusnya
dipakai oleh istri atau suami dalam ber-KB, dapat dilepaskan atau ditinggalkan,
bila suatu ketika ia menghendaki anak lagi. Maka alat kontrasepsi berupa
sterilisasi, selama-lamanya, kecuali kalau alat tersebut dapat disambung lagi,
sehingga dapat disaluri ovum atau sperma, maka hukumnya boleh, karena sifatnya
sementara.
Tetapi kalau kondisi kesehatan istri atau suami yang terpaksa,
sehingga diadakan hal tersebut, menurut hasil penyelidikan seseorang dokter
yang terpercaya, baru dibolehkan melakukannya, karena dianggap darurat menurut
Islam. Sedangkan pertimbangan darurat,
membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang;
sebagaimana Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi:
Artinya:
“Keadaan darurat membolehkan (melakukan hal-hal) yang dilarang (dalam agama).
Jika
ada dua bahaya saling mengancam maka diwaspadai yang lebih besar bahayanya
dengan melaksanakan yang paling ringan bahayanya.[14]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pengertian Aborsi dan
hukumnya dalam pandangan Islam, yaitu pengakhiran kehamilan dengan (cara)
mengeluarkan hasil konsepsi ke dalam rahim sebelum ia dapat hidup (diluar
kandungan), baik telah mencapai berat 1000 gram atau telah mencapai umur 12
minggu. Dalam ilmu kedokteran terdapat
perbedaan aborsi diantaranya ialah: Spontaneus Abortus, Abortus Provocatus, adalah aborsi yang terjadi dengan
kesengajaan. Adapun Abortus Provocatus dibedakan menjadi dua yaitu: Abortus Artificialis Therapicus, Abortus
Provocatus Criminalis. Hukumnya aborsi yaitu boleh, makruh dan haram.
2.
Pengertian sterilisasi
itu dan bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam yaitu suatu tindakan atau
metode yang menyebabkan seorang wanita tidak dapat hamil lagi. Hukumnya sterilisasi adalah hukumnya haram
kecuali darurat seperti ada indikasi dokter yang dapat dipercaya.
B. Saran
Demikian
pembahasan dari makalh kami. Kami
berharap semoga pembahasan dalam makalah kami ini dapat membantu dan bermanfaat
bagi pembaca. Dan kami pun berharap pula
kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami
selanjutnya. Sekian dan trimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Mahjuddin. Masailul Al-Fiqh. Jakarta: Kalam
Mulia. 2014.
Mujtaba,
Saifuddin. Al-Masailul Fiqhiyah.
Surabaya: Imtiyaz. 2008.
Shiddiq,
Achmad. Bunga Rampai Fikih Muslimah.
Pasuruan: Putaka Sidogiri.
Rabiu
Tsani 1436 H.
Kodifikasi Angkatan Santri 2009. Kang Santri. Kediri: Pustaka D’Aly.
2010.
Al-‘Allamah Muhammad, Syaikh bin
‘Abdurrahman ad-Dimasyqi. Fiqh Empat
Mazhab.
Bandung: Hasyimi. 2015.
Muhammad, Asy-Syekh bin Qasim
Al-Ghazy. Terjemah Fat-hul Qorib Jilid:2.
Surabaya: Al-Hidayah. 1992.
As-Suyuti, Jalaluddin. Al-Asbybah Wa An Naza’ir. Bairut-Darul-Kutub
al-Ilmiyyah, 1403
Hijriyah.
[1] Saifuddin Mujtaba, Al-Masailul Fiqhiyah, (Surabaya:
Imtiyaz, 2008), 178
[2] Achmad Shiddiq, Bunga Rampai Fikih Muslimah, (Pasuruan:
Putaka Sidogiri, Rabiu Tsani 1436 H), 244
[3]
Saifuddin Mujtaba, Al-Masailul Fiqhiyah, (Surabaya:
Imtiyaz, 2008), 180.
[4] Saifuddin Mujtaba, Al-Masailul Fiqhiyah, (Surabaya:
Imtiyaz, 2008), 187.
[5] Kodifikasi Angkatan Santri 2009,
Kang Santri, (Kediri: Pustaka D’Aly,
2010), 326
[6] Saifuddin Mujtaba, Al-Masailul Fiqhiyah, (Surabaya:
Imtiyaz, 2008), 188.
[7] Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin
‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat
Mazhab, (Bandung: Hasyimi, 2015),
414
[8] Kodifikasi Angkatan Santri 2009,
Kang Santri, (Kediri: Pustaka D’Aly,
2010), 326
[9]Asy-Syekh Muhammad bin Qasim
Al-Ghazy, Terjemah Fat-hul Qorib Jilid:2,
(Surabaya: Al-Hidayah, 1992), 131.
[14] Jalaluddin As-Suyuti, Al-Asbybah Wa An Naza’ir,
(Bairut-Darul-Kutub al-Ilmiyyah, 1403 Hijriyah), 87
Tidak ada komentar:
Posting Komentar