Senin, 27 Maret 2017

Makalah Aborsi dan Sterilisasi



ABORSI DAN STERILISASI
 MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Masailul Fiqh

Dosen Pengampu:
Dr. H. Mas’ud, S. Ag, M.Pd.I
 










Di susun Oleh Kelompok 3 :
1.      Moh. Zaenol Hasan                       (084141401)
2.      Khoirul Umam                              (084141412)
3.      Ria Siti Rahayu                             (084141398)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
Maret, 2016




KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim

Asslamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan ilmu pengetahuan, kekuatan dan petunjuk-Nya. Dimana dengan izin-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Aborsi dan Sterilisasi”.
 Semoga kiranya membawa manfaat yang sebesar-besarnya dan memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan pada masa sekarang dan yang akan datang.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Yang jelas membawa kita ke dunia yang penuh dengan kedamaian.
Dengan terselesaikannya pembuatan makalah ini penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:
1.      Saya ucapkan syukur “Alhamdulillahirobbil alamin” berkat kehendak Allah makalah saya bisa terselesaikan.
2.      Bpk. Dr. H. Mas’ud, S. Ag. M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah Masailul Fiqh di kampus IAIN Jember.
3.      Semua teman-teman kelas A9 IAIN Jember yang telah menjadi penyemangat saya untuk membuat makalah ini.
Sebagaimana pepatah yang menyatakan tiada gading yang tak retak, maka penulis makalah inipun tentunya banyak dijumpai kekurangan dan kelemahanya. Untuk itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharap tegur sapa serta saran-saran penyempurnaan, agar kekurangan dan kelemahan bisa diperbaiki.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
                                                                                    Jember, 07 Maret 2017
                                                                                                     Penulis



DAFTAR ISI

JUDULi
KATA PENGANTARii
DAFTAR ISIiii
BAB I PENDAHULUAN1
A.    Latar Belakang1
B.     Rumusan Masalah1
C.     Fokus Penulisan1
BAB II PEMBAHASAN2
A.    Pengertian Aborsi Dan Hukumnya2
1.      Pengertian Aborsi2
2.      Hukumnya Aborsi5
B.     Pengertian Sterilisasi Dan Hukumnya8
1.      Pengertian Sterilsasi8
2.      Hukumnya Sterilisasi11
BAB III PENUTUP13
A.    Kesimpulan13
B.     Saran13
DAFTAR PUSTAKA14







BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pada makalah ini ada beberapa masalah yang akan  membahas di antaranya adalah pengertian aborsi dan strerilisasi serta hukum yang berkaitan dengan  masalah aborsi dan sterilisasi, dan yang ke dua adalah tentang masalah menggugurkan atau mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan atau yang biasa.
Hal ini mengakibatkan, ada sebagian wanita yang menggugurkan kandungannya setelah janin bersemi dalam rahimnya.  Janin (Manusia dalam Rahim) Pengguguran kandungan alias aborsi (abortus, bahasa Latin) secara umum dapat dipilah dalam dua kategori, yakni aborsi alami (abortus natural) dan aborsi buatan (abortus provocatus), yang termasuk didalamnya abortus provocatus criminalis, yang merupakan tindak kejahatan dan dilarang di Indonesia (diatur dalam pasal pasal 10 kode etik Kedokteran Indonesia 1983)

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah aborsi itu dan bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam?
2.      Apakah sterilisasi itu dan bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam?
C.    Fokus Masalah
1.      Untuk mengetahui aborsi dan hukumnya dalam pandangan Islam.
2.      Untuk mengetahui sterilisasi dan hukumnya dalam pandangan Islam.




BAB II
PEMBAHSAN
C.     Pengertian Aborsi Dan Hukumnya
1.      Pengertian Aborsi
Istilah abourtus (aborsi) yang dalam bahasa  Arabnya disebut al-Isqatul Hamli, Abortus (aborsi) ialah pengakhiran kehamilan dengan (cara) mengeluarkan hasil konsepsi ke dalam rahim sebelum ia dapat hidup (diluar kandungan), baik telah mencapai berat 1000 gram atau telah mencapai umur 12 minggu.[1]
Menurut Maryono Reksodipuro, aborsi ialah pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).
Dalam ilmu kedokteran terdapat perbedaan aborsi diantaranya ialah:
a)      Spontaneus Abortus, adalah aborsi yang terjadi dengan sendirinya tanpa ada kesengajaan.  Umumnya hal ini terjadi disebabkan kualitas spermadan sel telur yang kurang baik.[2]
b)      Abortus Provocatus, adalah aborsi yang terjadi dengan kesengajaan.  Adapun Abortus Provocatus dibedakan menjadi dua yaitu:
1)      Abortus Artificialis Therapicus, adalah abortus yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis atau pengobatan. 
Contoh: Jika kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si ibu, karena misalnya penyakit-penyakit yang berat antara lain TBC, Ginjal dan sebagainya.
2)      Abortus Provocatus Criminalis, adalah abortus yang dilakukan tanpa adanya indikasi medis.
Contoh: Abortus yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks di luar perkawinan.
Pandangan abortus menurut para pakar, yaitu:
a)      Abortus dalam KUHP di Indonesia
Masalah aborsi di Indonesia masih cukup tinggi.  Sebenarnya masalah aborsi di Indonesia telah di atur oleh undang-undang, sebagaimana dapat dilihat dalam KUHP pasal 299, 346, 348, dan 349, pasal-pasal tersebut melarang abortus dan menentukan sanksi hukumannya cukup berat, bahkan hukumannya tidak saja ditujukan kepada wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut, seperti dokter, dukun bayi, tukang obat dan sebagainya yang mengobati atau yang menyuruh atau membantu atau yang melakukan sendiri.
Beberapa alasan aborsi menurut dunia kesehatan diantaranya ialah:[3]
1)      Ajaran sifat melawan hukum materiil sesuai dengan yurisprudensi Mahkamah Agung RI nomor 42 K/Kr 1965 tanggal 6 Januari 1965 dan yurisprudensi Mahkamah Agung RI, nomor 81 K/Kr 1973 tanggal 30 Maret 1977.  Ajaran sifat melawan hukum materi adalah: “Suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga berdasarkan asas-asas hukum yang tidak tertulis dan bersifat umum yang mengandung unsure-unsur; negara tidak dirugikan, kepentingan umum dilayani dan terdakwa tidak mendapat untung”.
2)      Penjelasan pasal 10 kode etik Kedokteran Indonesia 1983 yang menyatakan larangan pengguguran kandungan tidak mutlak sifatnya, dan dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, yaitu sebagai satu-satunya jalan untuk menolong si ibu.
Dari kesimpulan di atas  dapat di buat pengecualian dalam KUHP, bahwa pengguguran kandungan yang dilakukan oleh dokter atas dasar pertimbangan kesehatan dapat dibenarkan dan bukanlah merupakan perbuatan yang melawan hukum.
b)      Aborsi menurut para Fuqaha’
Islam membiarkan seorang muslim untuk mencegah kehamilan karena suatu alasan yang sangat mendesak, maka sebaliknya Islam juga mengharamkan tindakan yang disengaja menggugugurkan kandungan yang sudah ada (Abortus Provocatus Criminalic), kecuali dalam satu hal, yaitu adanya ancaman terhadap kehidupan sang ibu jika kandungan ibu diteruskan. 
Adapun dalil syar’i yang menunjukkan keharaman seperti diatas ialah:
………………………………………………….

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.  Kamilah yang akan member rezki kepada mereka dan juga kepadamu.  Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”. (Q.S. al-Isra’: 31)


Pengguguran kandungan adalah termasuk kategori perbuatan membunuh anak, sebab itu termasuk dalam kandungan ayat di atas.  Kaidah Syar’I mengatakan: Makna yang dijadikan acuan didasarkan pada umumnya lafadz, bukan khususnya sebab.

………………………………………………..
Artinya:  “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara)”. (Q.S.a-Isra’: 33).
……………………………………………………

Artinya: “Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh”. (Q.S. at-Takwir: 8-9).
Oleh karena itu janin mempunyai hak untuk hidup, sebab ia memang makhluk hidup, maka hukumnya haram membunuhnya dengan jalan apapun.
2.      Hukumnya Aborsi
Banyak terjadi perbedaan pendapat tentang kapan diharamkannya melakukan aborsi yang seringkali menyebabkan perbedaan pemahaman antara makna hidup dan peniupan ruh yang telah disebutkan oleh hadist di atas.  Adapun hukum aborsi menurut para fuqaha’ ialah:
a)      Abortus sebelum ditiupkan ruh
Mengenai pengguguran kandungan sebelum janin berumur empat bulan bulan (120 hari) yakni sebelum menerima tiupan ruh.  Maka dal ini para fuqaha’ berpendapat:
1)      Hukumnya Boleh
Menurut sebagian ulama, bahwa menggugurkan kandungan sebelum umur empat bulan dibolehkan dan tidak diharamkan, dengan dalil bahwa janin tersebut belum ada tanda-tanda kehidupan dan tidak ada sanksi hukum, diantaranya ialah:[4]
(a)    Ulama Hanafiyah, berpendapat memperbolehkan seorang wanita menggugurkan kandungannya sebelum umur empat bulan, walaupun tanpa izin suami.
(b)   Ulama Syafi’iyah ada yang membolehkan pengguguran sebelum janin umur empat bulan di antaranya: Abul Ishaq al-Wazi, Abu Bakar bin Said al-Furati, dan Al-Qalyubi.
2)      Hukumnya Makruh
Aborsi sebelum ditiupkan ruh, dihukumi makruh, alasannya, karena apabila air mani sudah jatuh ke dalam rahim, ia menjadi suatu yang hidup atau hal tersebut sedang mengalami proses pertumbuhan untuk menerima kehidupan, maka status hukumnya sama dengan mahkluk hidup.  Ada beberapa pendapat tentang hukum makruh aborsi, diantaranya ialah:
(a)    Ali bin Musa, berpendapat bahwa ia menyamakan dengan orang yang memecahkan telur ketika melakukan ihram.
(b)   Ibnu Wahban, berpendapat bahwa makruh hukumnya seseorang meminum sesuatu untuk menggugurkan kandungannya.
(c)    Ulama Madzhab Maliki, berpendapat bahwasanya pengguguran janin yang belum berusia 40 hari hukumnya makruh.
(d)   Ibn ‘Imad, berpendapat bahwasanya jika usia kandungan itu belum mencapai 120 hari (belum ditiupnya ruh, baik masih berbentuk gumpalan daging atau gumpalan darah) maka hukumnya tidak boleh secara mutlak.[5]

3)      Hukumnya Haram
Adapun pendapat yang menyatakan bahwasanya aborsi haram, diantaranya ialah:[6]
(a)    Al-Ghazali, Ibnu Hajar dan Al-Kurdi, berpendapat bahwasanya aborsi yang dilakukan sebelum ditiupkan ruh (4 bulan) tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syara’, hukumnya adalah haram.  Alasannya, bahwa dalam kandungan itu sudah ada kehidupan yang harus dihormati, yakni kehidupan yang sedang dalam pertumbuhan dan pembentukan.
(b)   Ibnu Hazm, berpendapat bahwasanya aborsi sebelum ditiupkan ruh itu hukumnya haram, dan diwajibkan untuk membayar diyat atau fidyah berupa budak laki-laki atau perempuan kepada suaminya.
(c)    Ulama Hanafiyah, berpendapat bahwasanya “Saya tidak mengatakan kehalalan perbuatan itu (aborsi sebelum ditiupkan ruh).
b)     Aborsi setelah ditiupkan ruh
Seluruh ulama fiqh sepakat bahwa abortus setelah ditiupkan ruh, hukumnya adalah haram dan dianggap sebagai tindakan kriminal, yang tidak halal bagi seorang muslim melakukannya.  Karena perbuatan tersebut termasuk pembunuhan terhadap orang hidup yang wujudnya telah sempurna.  Dan pelakunya diancam dengan hukuman.  Selain itu tindakan aborsi merupakan dosa dan diganjar hukuman oleh Allah di dunia dan di akhirat nanti.
Apabila seseorang yang menggugurkan kandungan setelah ditiupkan ruh, maka ia wajib membayar ghurrah (budak laki-laki atau perempuan) ketika janin yang dikeluarkan telah keadaan mati.  Baik itu orang lain ataupun orangtuanya sendiri. 
Nilai diyat ghurrah disini menurut para ulama, ialah:
1)      As-Sya’bi, berpendapat diyat ghurrah adalah lima ratus dirham.
2)      Madzhab Hanafi, berpendapat diyat ghurrah adalah seratus seekor domba.
3)      Ulama Madzhab Maliki, berpendapat diyat ghurrah adalah diyat yang sempurna yaitu seratus ekor unta.[7]
4)      Para Ulama berpendapat jika melakukan aborsi pada waktu usia kandungan sudah mencapai 120 hari maka hukumnya haram.[8]
Bila janin yang digugurkan dalam keadaan hidup kemudian mati maka para ulama sepakat dalam kasus ini diwajibkan membayar kafarat dan diyat.  Diyat adalah suatu harta yang wajib sebab melukai jiwa atau anggota badan.[9]  Kafaratnya berupa memerdekakan budak, bila tidak mungkin, diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut.  Bila tidak ini tidak mungkin diganti dengan member makan atau pakaian 60 orang miskin.
Jika ketika melakukan aborsi, janin masih hidup tetapi mengalami luka seperti hilangnya mata atau anggota tubuh, maka ganti ruginya dibayarkan sesuai dengan sekala kompensasi yang disetujui dalam sistem peradilan.

D.    Pengertian Sterilisasi Dan Hukumnya
1.      Pengertian Sterilsasi
Sterilisasi (Man’u’l Haml/pemandulan selamanya) adalah salah satu program KB yang dikampanyekan pemerintah Indonesia serta saat ini suatu tindakan atau metode yang menyebabkan seorang wanita tidak dapat hamil lagi.  Sterilisasi disini merupakan tindakan untuk memandulkan wanita dan pria dengan cara sengaja.  Tetapi berbeda dengan infertilitas (kemandulan), infertilitas adalah berkurangnya kesanggupan untuk berkembang biak, tanpa melalui proses operasi dan dilakukan secara tidak sengaja.[10]
Jadi perbedaannya adalah sterilisasi merupakan pemandulan dengan cara yang disengaja, tetapi infertilitas merupakan kemandulan yang tidak disengaja. Maka dapat diketahui bahwa infertilitas menjadi dua macam yaitu:
a)      Infertilitas primer adalah kemandulan yang sama sekali tidak pernah hamil.
b)      Infertilitas sekunder adalah keadaan wanita yang sudah pernah hamil, lalu menjadi mandul karena umur yang sudah lanjut.
Ada beberapa cara yang sering dilakukan dalam proses sterilisasi wanita, diantaranya ialah:
a)      Cara Radiasi, yaitu merusak fungsi ovarium, sehingga tidak dapat lagi menghasilkan hormone-hormon, yang mengakibatkan wanita menjadi menupouse.
b)      Cara Operatif, yang terdiri dari beberapa teknik, antara lain[11]:
(1)      Ovarektomi, yaitu mengangkat atau memiringkan kedua ovarium, yang efeknya sama dengan cara radiasi.
(2)      Tubektomi, yaitu mengangkat seluruh tuba agar wanita tidak bisa lagi hamil, karena saluran tersebut sudah bocor.
(3)      Ligasi tuba, yaitu mengikat tuba, sehingga tidak dapat lagi dilewati ovum (sel-sel telur).
c)      Cara Penyumbatan Tuba, yaitu menggunakan zat-zat kimia untuk menyumbat lubang tuba, dengan teknik suntikan.
Proses sterilisasi yang dilakukan oleh laki-laki, yaitu:
a)      Vasektomi adalah operasi sederhana pada laki-laki untuk mensterilkan sehingga tidak bisa lagi membuahi untuk menghasilkan anak. Caranya: memotong saluran mani (vas deverens)  kemudian kedua ujungnya diikat atau dijepit, sehingga sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra).
Pada dasarnya, hukum sterilisasi vasektomi dan tubektomi dalam Islam adalah haram dengan beberapa sebab:
(1)                  Sterilisasi (vasektomi/tubektomi) berakibat pemandulan. Hal ini bertentangan dengan tujuan pokok perkawinan dalam Islam yaitu perkawinan selain bertujuan untuk kebahagiaan dunia dan akhirat juga untuk mendapatkan keturunan yang sah.
(2)                  Mengubah ciptaan Tuhan dengan jalan memotong dan menghilangkan sebagaian anggota tubuh yang sehat dan berfungsi.
(3)                  Melihar aurat besar orang lain. Namun apabila suami istri dalam keadaan terpaksa (darurat /emergency) seperti terancamnya jiwa si ibu apabila ia mengandung maka hal itu dibolehkan. Hal ini berdasarkan kaidah hukum Islam: Keadaan darurat itu membolehkan hal hal yang dilarang.
Faktor yang menyebabkan seseorang melakukan sterilisasi, yaitu diantaranya:[12]
a)            Indikasi medis, yaitu biasanya dilakukan terhadap wanita yang mengidap penyakit yang dianggap dapat berbahaya baginya.  Misalnya: penyakit jantung, ginjal, hypertensi, dll.
b)            Sosio ekonomi, yaitu biasanya dilakukan, karena suami istri tidak sanggup memenuhi kewajiban bila melahirkan anak, karena terlalu miskin.
c)            Permintaan sendiri, yaitu dilakukan karena permintaan oleh yang bersangkutan, meskipun ia tergolong mampu ekonominya.
2.      Hukum Sterilisasi
Sebenarnya berbagai cara yang dilakukan oleh Dokter Ahli dalam upaya sterilisasi, baik yang dianggap aman pemakainnya, maupun yang penuh resiko, kesemuanya dilarang menurut ajaran Islam, karena mengakibatkan seseorang tidak dapat mempunyai anak lagi.
Pemandulan yang dibolehkan dalam ajaran Islam adalah yang sifatnya berlaku pada waktu-waktu tertentu saja (temporer) atau istilah “Muwaqqatan” menurut istilah agama, bukan yang sifatnya selama-lamanya atau “Muabbaddan” menurut istilah tersebut.[13]  Artinya alat kontrasepsi yang seharusnya dipakai oleh istri atau suami dalam ber-KB, dapat dilepaskan atau ditinggalkan, bila suatu ketika ia menghendaki anak lagi. Maka alat kontrasepsi berupa sterilisasi, selama-lamanya, kecuali kalau alat tersebut dapat disambung lagi, sehingga dapat disaluri ovum atau sperma, maka hukumnya boleh, karena sifatnya sementara.
Tetapi kalau kondisi kesehatan istri atau suami yang terpaksa, sehingga diadakan hal tersebut, menurut hasil penyelidikan seseorang dokter yang terpercaya, baru dibolehkan melakukannya, karena dianggap darurat menurut Islam.  Sedangkan pertimbangan darurat, membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang; sebagaimana Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi:
Artinya: “Keadaan darurat membolehkan (melakukan hal-hal) yang dilarang (dalam agama). 
Jika ada dua bahaya saling mengancam maka diwaspadai yang lebih besar bahayanya dengan melaksanakan yang paling ringan bahayanya.[14]






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pengertian Aborsi dan hukumnya dalam pandangan Islam, yaitu pengakhiran kehamilan dengan (cara) mengeluarkan hasil konsepsi ke dalam rahim sebelum ia dapat hidup (diluar kandungan), baik telah mencapai berat 1000 gram atau telah mencapai umur 12 minggu.  Dalam ilmu kedokteran terdapat perbedaan aborsi diantaranya ialah:  Spontaneus Abortus, Abortus Provocatus, adalah aborsi yang terjadi dengan kesengajaan.  Adapun Abortus Provocatus dibedakan menjadi dua yaitu: Abortus Artificialis Therapicus, Abortus Provocatus Criminalis. Hukumnya aborsi yaitu boleh, makruh dan haram.
2.      Pengertian sterilisasi itu dan bagaimana hukumnya dalam pandangan Islam yaitu suatu tindakan atau metode yang menyebabkan seorang wanita tidak dapat hamil lagi.  Hukumnya sterilisasi adalah hukumnya haram kecuali darurat seperti ada indikasi dokter yang dapat dipercaya.

B.     Saran
Demikian pembahasan dari makalh kami.  Kami berharap semoga pembahasan dalam makalah kami ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca.  Dan kami pun berharap pula kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya.  Sekian dan trimakasih.






DAFTAR PUSTAKA
Mahjuddin. Masailul Al-Fiqh. Jakarta: Kalam Mulia. 2014.
Mujtaba, Saifuddin. Al-Masailul Fiqhiyah. Surabaya: Imtiyaz. 2008.
Shiddiq, Achmad. Bunga Rampai Fikih Muslimah. Pasuruan: Putaka Sidogiri.
Rabiu Tsani 1436 H.
Kodifikasi Angkatan Santri 2009. Kang Santri. Kediri: Pustaka D’Aly. 2010.
Al-‘Allamah Muhammad, Syaikh bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi. Fiqh Empat Mazhab.
Bandung: Hasyimi. 2015.
Muhammad, Asy-Syekh bin Qasim Al-Ghazy. Terjemah Fat-hul Qorib Jilid:2. Surabaya: Al-Hidayah. 1992.
As-Suyuti, Jalaluddin. Al-Asbybah Wa An Naza’ir. Bairut-Darul-Kutub al-Ilmiyyah, 1403
Hijriyah.




[1] Saifuddin Mujtaba, Al-Masailul Fiqhiyah, (Surabaya: Imtiyaz, 2008), 178
[2] Achmad Shiddiq, Bunga Rampai Fikih Muslimah, (Pasuruan: Putaka Sidogiri, Rabiu Tsani 1436 H), 244
[3] Saifuddin Mujtaba, Al-Masailul Fiqhiyah, (Surabaya: Imtiyaz, 2008), 180.

[4] Saifuddin Mujtaba, Al-Masailul Fiqhiyah, (Surabaya: Imtiyaz, 2008), 187.

[5] Kodifikasi Angkatan Santri 2009, Kang Santri, (Kediri: Pustaka D’Aly, 2010), 326
[6] Saifuddin Mujtaba, Al-Masailul Fiqhiyah, (Surabaya: Imtiyaz, 2008), 188.

[7] Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqh Empat Mazhab,  (Bandung: Hasyimi, 2015), 414
[8] Kodifikasi Angkatan Santri 2009, Kang Santri, (Kediri: Pustaka D’Aly, 2010), 326
[9]Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy, Terjemah Fat-hul Qorib Jilid:2, (Surabaya: Al-Hidayah, 1992), 131.
[10] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh(Jakarta:Kalam Mulia, 2012), 80

[11] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh(Jakarta:Kalam Mulia, 2012), 81


[12] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh(Jakarta:Kalam Mulia, 2012), 80-81

[13] Mahjuddin, Masail Al-Fiqh(Jakarta:Kalam Mulia, 2012), 82
[14] Jalaluddin As-Suyuti, Al-Asbybah Wa An Naza’ir, (Bairut-Darul-Kutub al-Ilmiyyah, 1403 Hijriyah), 87

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FORM KAJIAN ILMIAH DAN DISKUSI Tanggal           : Rabu, 26 April 2017 Tempat            : Rest Area Jubung (Café Kahyangan) Jenis Ka...